Selasa, 11 Juni 2013

KAMUS HIPNOTISM : Sugestibilitas

Post

Hipnotisability adalah kemampuan seseorang untuk masuk ke dalam alam bawah sadar.
Tipe Sugestibiltas adalah cara seseorang dalam menerima suatu sugesti (Informasi) ke dalam pikiran bawah sadarnya.

Berkebalikan dari pemahaman umum bahwa seorang hipnotis/hipnoterapis memiliki kuasa penuh atas subjek yang sedang dihipnosis, sebenarnya subjek itulah yang menjalankan semuanya, semuanya tergantung dari tingkat sugestibilitas yang dimilikinya.

Oleh karena itulah, Uji Sugestibilitas sangat penting dilakukan sebelum suatu sesi hypnotherapy dijalankan.

Hukum-Hukum Sugestibilitas
Berdasarkan pengertian mengenai tipe sugestibilitas, praktik hipnoterapi yang berhasil membutuhkan pemahaman tentang lima hukum dominan sugestibilitas :

1. The Law of Reverse Reaction (Hukum Reaksi Berkebalikan)
2. The Law of Repetition (Hukum Repetisi)
3. The Law of Dominance (Hukum Dominasi)
4. The Law of Delayed Action (Hukum Tindakan yang Tertunda)
5. The Law of Association (Hukum Asosiasi)

Pemahaman dan penerapan hukum dominan sugestibilitas akan sangat membantu kita dalam memanfaatkan kondisi alamiah sugestibilitas klien untuk mempengaruhi dan membantunya keluar atau sembuh dari masalah yang ia alami. Manusia pada umumnya dikendalikan oleh dua emosi, yaitu fear/takut dan greed/keserakahan, dua emosi ini pula yang membuat manusia sangat mudah dipengaruhi oleh hukum-hukum sugesti.

Perasaan takut menekan kemampuan untuk membuat keputusan. Akibatnya, dalam kondisi takut, setiap keputusan akan dengan sangat mudah diterima. Demikian pula dengan keserakahan menimbulkan perasaan urgensi atau keterdesakan sehingga kita bertindak tanpa berfikir secara logis.

Uji Sugestibilitas

Uji Sugestibilitas bertujuan :
1. Menentukan tipe Sugestibiltas klien.
2. Mengkonversikan uji sugestibilitas ke dalam hipnosis, atau untuk menentukan tekhnik induksi yg tepat untuk klien sesuai dengan tipe Sugestibiltasnya.

Enam teknik dasar induksi adalah
1. Eye Fixation,
2. Relaxation of Nervous System,
3. Mental Confusion,
4. Mental Misdirection,
5. Loss of Equilibrium, dan
6. Shock to Nervous System.

Dari enam teknik dasar ini dikembangkan menjadi sangat banyak teknik induksi. Walaupun saat ini ada begitu banyak teknik induksi namun bila dicermati dengan sungguh-sungguh maka teknik induksi yang ada dapat dikategorikan menjadi empat kelompok:
1. Progressive Relaxation (yang biasanya membutuhkan waktu 30 – 45 menit),
2. Rapid Induction ( sekitar 4 menit),
3. Instant Indcution (beberapa detik), dan
4. Emotionally Induced Induction (induksi karena emosi yang dialami klien).

Saat melakukan uji sugestibilitas terhadap suyet untuk pertama kali, kita menggunakan metode sugesti Direct yang bersifat memerintah secara langsung. Anda boleh langsung mengkonversikan ke hipnosis jika anda sudah mengenal tipe sugestibilitas suyet. Namun, anda juga tidak perlu mengkonversikan ke hipnosis jika anda sekedar ingin mengetahui tipe sugestibilitas suyet.

“Uji Sugestibilitas : Perlukah?”
Jawabannya bergantung kebutuhan. Bila untuk melakukan stage hypnosis maka uji sugestibilitas harus dilakukan untuk bisa memilih atau menemukan subjek hipnosis yang mudah. Bisa anda bayangkan apa yang terjadi jika stage hypnotist tidak melakukan uji sugestibilitas dan langsung memilih subjek dari penonton. Akibatnya akan fatal karena subjek tidak akan bisa dihipnosis dengan cepat dan tidak akan ada pertunjukkan yang menarik.

Bagaimana dengan hipnoterapi? Apa perlu uji sugestibilitas?
Bila mengacu pada SHSS (Stanford Hypnotic Suceptibility Scale) yang dikembangkan oleh Ernest Hilgard maka manusia terbagi menjadi 85% yang moderat, 10% mudah, dan 5% sulit dihipnosis. SHSS ini banyak digunakan sebagai acuan oleh hipnoterapis hingga saat ini.

Dr. Kappas mengembangkan teori sugestibilitas yang menyatakan bahwa manusia terbagai menjadi dua kategori besar yaitu physical suggestibility (sugestibilitas yang bersifat fisik) dan emotional suggestibility (sugestibilitas yang bersifat emosi). Dari penelitian ditemukan bahwa 60% populasi bersifat emotionally suggestible dan 40% physically suggestible. Kelompok emotionally suggestible mempunyai sub kategori yang dinamakan intellectual suggestibility yang mewakili sekitar 5% populasi.

1. Physical Suggestibility
Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, Physical Suggestibility berarti sugestibilitas yang dominan bersifat fisik. Sugestibilitas sendiri mempunyai arti dasar "cara belajar seseorang". Nah, orang yang bertipe physical biasanya mempelajari sesuatu dengan cara hal-hal yang berkaitan dengan fisik. Yang menggembirakan adalah orang tipe ini mudah untuk dihipnosis, sedangkan kabar buruknya orang yang bertipe physical suggestibility termasuk sedikit. Mengapa orang yang bertipe physical mudah dihipnosis? Sebab, semua tehnik hipnosis umumnya diperuntukkan kepada orang bertipe physical. Anda dapat menggunakan metode sugesti "Direct" (memerintah secara langsung) kepada orang bertipe ini. Ciri mendasar orang yang bertipe Physical adalah lulus uji sugestibilitas dan sangat menurut pada sugesti yang kita berikan.

2. Emotional Suggestibility
Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, Emotional Suggestibility berarti sugestibilitas yang dominan menyangkut masalah emosi. Orang yang bertipe ini, belajar sesuatu cenderung menggunakan sifat/emosinya. Orang bertipe ini berpopulasi lebih banyak dibanding tipe physical dan kabar buruknya rata-rata orang yang bertipe ini susah dihipnosis. Sebab, rata-rata script-script hipnosis bersifat physical. Oleh karena itu, anda diwajibkan menggunakan metode sugesti "Indirect" (bersifat tidak langsung dan cenderung mengajak) kepada orang bertipe ini. Ciri mendasar orang yang bertipe Emotional adalah gagal dalam uji sugestiblitas dan enggan menurut dengan perintah langsung.

Setiap orang memiliki kadar physical suggestibility dan emotional suggestibility yang berbeda-beda. Ada yang 40% physical dan 60% emotional, 30% emotional dan 70% physical dll. Yang paling baik adalah suyet dengan 50% physical dan 50% emotional. Sebab, suyet tersebut sangat efektif untuk menerima sugesti positif maupun negatif (stage hypnotist). Apakah ada orang yang 100% physical atau 100% emotinal? memang ada, namun sangat langka.

Pakar lain, Herbert Spiegel, mengembangkan teknik uji sugestibilitas, dengan menggunakan gerakan bola mata dan empat indikator lainnya, yang dikenal dengan Hypnotic Induction Profile (HIP). Selanjutnya Spiegel juga mengembangkan Spectrum of Hypnotizability and Personality Style dan mengelompokkan subjek ke dalam tipe Apollonian, Odyssean, dan Dionysian.

Ada pengalaman menarik saat seorang rekan menceritakan pengalamannya saat diinduksi oleh seorang hipnoterapis. Rekan ini, di depan kelas pelatihan, diinduksi berkali-kali dengan menggunakan bermacam teknik, tetap tidak bisa masuk ke kondisi hipnosis. Akhirnya hipnoterapis ini berkata, “Anda tidak bisa trance karena anda masuk kategori orang yang tidak bisa dihiposis.”

Saat mendengar cerita ini ada dua hal yang muncul di pikiran saya. Pertama, hipnoterapis ini mengacu pada HIP Spiegel, Regular Zero Profile, yang menyatakan bahwa orang dalam kategori ini tidak bisa dihiposis. Kedua, hipnoterapis ini mungkin gemas pada rekan saya ini karena telah dicoba dihipnosis berulang kali tapi tetap tidak berhasil sehingga untuk mudahnya ia mengatakan bahwa rekan saya ini masuk kategori orang yang tidak bisa dihipnosis.

Benarkah ada kategori orang yang tidak bisa dihipnosis?

Jawabannya bergantung pada teori apa atau pendapat pakar mana yang kita gunakan sebagai acuan. Di sini tidak ada jawaban benar atau salah. Yang ada adalah untuk setiap teori atau pendapat pakar mempunyai konsekuensi yang spesifik terhadap hasil induksi yang kita lakukan.

Dulu waktu saya pertama kali mendalami hipnoterapi saya sempat bingung saat membaca riset para pakar mengenai tipe sugestibilitas dan apa yang harus dilakukan untuk bisa melakukan induksi dengan benar yang bisa membawa klien masuk ke kondisi deep trance.

Di awal karir saya sebagai hipnoterapis saya sangat memperhatikan uji sugestibilitas. Biasanya sebelum menghipnosis klien saya akan meminta klien melakukan The Hand Drop Test, Arm Rising and Falling Test, Postural Sway, dan kadang bisa ditambah dengan The Pendulum Swing Test.

Dari pengalaman saya menemukan bahwa uji sugestibilitas di atas sebenarnya adalah untuk menemukan klien yang masuk kategori Physically Suggestible. Kalau klien sulit menjalankan tes, misalnya Arm Rising and Falling Test, maka saya tahu klien ini masuk kategori emotionally suggestible atau mungkin yang tipe intellectual.

Untuk klien yang “sulit” maka saya perlu menggunakan teknik induksi yang sesuai. Misalnya dengan teknik 7 plus minus 2, auto dual method, teknik hand rolling, dan teknk yang bersifat membingungkan pikiran.

Namun jujur saya merasa tidak nyaman dengan hal ini. Setiap kali mau melakukan terapi saya harus melakukan uji sugestibilitas. Dan yang membuat hal ini menjadi semakin sulit bagi saya adalah ada banyak klien yang telah ke hipnoterapis lain yang juga melakukan hal ini, uji sugestibilitas. Nah, klien datang ke saya karena merasa belum mengalami perubahan signifikan. Bisa dibayangkan apa yang terjadi bila saya melakukan, di awal sesi terapi, hal yang sama yang dilakukan terapis sebelumnya. Seringkali sejak awal terapi klien sudah menolak. Mereka berpikir, “Lho, ini kan yang dilakukan terapis sebelumnya. Saya tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Cara ini nggak mungkin berhasil.”

Berangkat dari pengalaman ini saya selanjutnya berpikir, “Apakah ada teknik induksi yang sederhana, yang bisa dilakukan pada semua klien tanpa perlu tahu tipe sugestibilitasnya? Apakah ada teknik yang sederhana, mudah dipelajari, mudah diaplikasikan, mudah diduplikasi, dan yang paling penting telah teruji sangat efektif untuk bisa membawa subjek tipe apapun masuk ke kondisi deep trance dengan cepat dan pasti?”

Tidak ada komentar: