Senin, 24 Juni 2013

Mind Set : Inti Dari Self Learning

"...tidak ada bangsa yang berhasil melakukan transformasi besar tanpa dimulai dengan perubahan cara pandang., perubahan mindset”
(Pidato Kenegaraan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono Pada HUT RI ke-65)

“…whatever is true, whatever is noble, whatever is right, whatever is pure, whatever is lovely, whatever is admirable—if anything is excellent or praiseworthy—think about such things” 
(Apostle Paul to Philippians)

[esbede.wordpress.com] Apa yang kita pikirkan menentukan apa yang akan kita lakukan. Pola pikir kita ini akan mempengaruhi karakter, kebiasan (habits), perilaku dan sikap kita. Pola pikir ini sangat dipengaruhi oleh sistim kepercayaan atau sistim nilai yang kita miliki, nilai-nilai keluarga, pendidikan, dan lingkungan. Karena itu kita harus memastikan agar pola pikir kita hanya dibentuk dan dipengaruhi dengan nilai-nilai yang baik dan benar.

Sebuah transformasi (perubahan) pola pikir harus terjadi, jika kita ingin mengembangkan hidup yang berkualitas. Perubahan ini dimaksudkan supaya semua potensi, bakat, dan talenta kita bisa dikembangkan secara optimal, dan menghasilkan sebuah keluaran (output) dengan kualitas terbaik.

Mind Set (Pola Pikir) adalah inti dari Self Learning atau pembelajaran diri. Inilah yang menentukan bagaimana kita memandang sebuah potensi, kecerdasan, tantangan dan peluang sebagai sebuah proses yang harus diupayakan dengan ketekunan, kerja keras, komitmen untuk tercapainya kebehasilan visi dan tujuan hidup kita.

Proses pembelajaran diri selalu dimulai dari perumusan visi dan misi hidup. Inilah yang akan memandu arah dan jalan keberhasilan kita. Inilah yang akan mengarahkan kemana tujuan kita dan menjadi seperti apakah kita nanti. Namun itu tidak cukup. Perlu sebuah mind set yang berkembang (growth mindset) yang akan menjadi katalisator dalam merespon setiap peluang, tantangan, dan perubahan dan mengubahnya menjadi sebuah proses yang dijalankan dengan ketelatenan, usaha, dan komitmen yang kontinyu dan berkelanjutan, untuk menjadi berhasil, berkembang, dan berkualitas.

Seseorang dengan mindset berkembang akan selalu memandang bahwa bakat, kecerdasan, dan kualitas adalah sesuatu yang bukan given (sudah ditetapkan), tetapi bisa diperoleh melalui upaya-upaya tertentu. Karena itu hidup dalam pemanfaatan peluang dan tantangan untuk berkembang adalah jiwa dari orang dengan mindset berkembang ini. Keberhasilan dimaknai sebagai “berusaha lebih baik”, dan kegagalan dimaknai sebagai “kurangnya ketrampilan dan pengalaman”. Karena itu kegagalan perlu diresponi dengan sebuah upaya untuk bekerja lebih keras, lebih tekun, lebih bermotivasi.

Sebuah survey Gallup tentang “Karakter Orang-orang Sukses di Amerika” menjelaskan bahwa hampir semua orang yang berhasil, berkualitas dan berkembang kehidupannya, adalah mereka-mereka yang memiliki mindset berkembang, seperti: kerja keras, tujuan yang jelas, hasrat belajar yang tinggi, tidak pernah berhenti belajar pada satu bidang tetapi selalu mencoba bidang lain, menghargai kemampuan pengembangan logika, terus berusaha untuk berubah dan berkembang dan sebagainya. Hidup yang berkualitas dan berkembang bisa dicapai karena mindset yang benar sudah mendarahdaging dan menjelma dalam karakter, kebiasaan, sikap dan perilaku orang-orang sukses.

Tujuh Hukum Seorang Pembelajar (7 Laws of Learner)
Seorang pembelajar yang baik selalu mengikuti hukum-hukum yang menjadikannya pribadi yang pantang menyerah, selalu terbuka kepada perubahan, dan bersedia untuk berubah. Inilah Tujuh Hukum Seorang Pembelajar:

1. Kesuksesan itu menyangkut pembelajaran, pengembangan diri, dan proses menjadi lebih cerdas.
Tidak pernah ada kesuksesan tanpa pembelajaran. Tidak pernah ada pembelajaran jika tidak ada tujuan yang ingin dicapai. Belajar untuk menerima perubahan, tantangan, dan peluang. Belajar untuk selalu ingin tahu untuk peningkatan pengetahuan. Belajar untuk bersedia berubah dan berkembang.

2. Kecerdasan berkaitan dengan proses mempelajari sesuatu seturut dengan waktu; menghadapi tantangan dan menciptakan kemajuan.
Kecerdasan selalu bisa ditingkatkan melalui upaya yang tekun dan sungguh-sungguh. Itu bukan sesuatu yang ditetapkan. Walaupun beberapa orang memang dianugerahi dengan kecerdasan yang luar biasa, namun kecerdasan sejati adalah kecerdasan yang diperoleh dengan proses belajar, bersedia menghadapi tantangan, dan berhasil menciptakan kemajuan dalam setiap tahapan prosesnya.

3. Kegagalan sama sekali tidak menentukan nasib. Itu adalah persoalan yang harus dihadapi. dipelajari, dipecahkan, dan diambil hikmahnya.
Kegagalan bukanlah segala-galanya. Itu tidak menentukan masa depan kita. Dalam diri seseorang dengan mindset berkembang, kegagalan adalah sebuah persoalan yang perlu ditangani dan dipecahkan dengan usaha dan upaya yang lebih memadai dibanding sebelumnya. Kegagalan menjadi motivasi bagi orang dengan mindset berkembang untuk bekerja lebih baik, dengan fokus memperbaiki kelemahan dan kekurangan.

4. Upaya adalah sesuatu untuk menyalakan kemampuan dan mengubahnya menjadi pencapaian. Kemampuan dapat ditingkatkan.
Upaya itu diibaratkan sebagai pemantik api yang akan menggelorakan kapabilitas, kompetensi dan kemampuan orang apabila dilakukan dengan tekad dan komitmen yang kuat. Karena itu haruslah dipastikan supaya motivasi, tekad, dan komitmen tidak pernah padam dalam proses mentransformasi kemampuan menjadi pencapaian.

5. Keingintahuan (belajar) terus menerus tanpa akhir, serta pencarian akan tantangan.
Jiwa seorang pembelajar adalah hasrat yang tidak pernah berhenti untuk belajar dalam segala hal. Tidak ada waktu sedikitpun untuk berhenti dari hasrat itu. Mengembangkan rasa ingin tahu dengan mencari tantangan baru. Tidak pernah puas dengan kondisi sekarang, tetapi selalu mencari jalan untuk perbaikan dan pengembangan. Ketika hasrat itu padam, mati jugalah jiwa sang pembelajar

6. Bertanggung jawab terhadap proses-proses yang membawanya kepada keberhasilan dan mempertahankannya.
Setiap proses yang membentuk karakter dan kebiasan sukses harus dipertanggungjawabkan dengan mempertahankan proses tersebut, ketika tantangan menjadi lebih berat dan sulit. Walaupun mungkin proses tersebut harus diupayakan lebih keras, lebih tekun, lebih bersemangat dibandingkan sebelumnya. Tetapi inilah arti pertumbuhan. Tidak akan pernah menghadapi situasi dan tantangan yang sama. Namun proaktif mencari situasi dan tantangan yang jauh lebih berat dan sulit dibandingkan sebelumnya. Seorang pembelajar haruslah memastikan untuk terus mempertahankan, bahkan meningkatkan kualitas karakter yang membawanya kepada keberhasilan sebelumnya. Inilah mentalitas sang juara

7. Bersedia menerima umpan balik dan kritik untuk peningkatan kualitas dan kemajuan
Umpan balik bisa menjadi obat maupun racun. Tergantung sikap dan mindset orang. Seorang pembelajar yang sadar akan proses, selalu mencari umpan balik untuk perbaikan yang dibutuhkan. Tidak pernah alergi dengan kritik yang bertubi-tubi, betapapun tajamnya kritik tersebut. Bagi seorang pembelajar banyaknya kritik tidak menentukan masa depannya, walaupun mungkin kritikannya memang benar. Jika kegagalan yang dihadapinya dan banyak kritik yang diperolehnya, seorang pembelajar dengan mindset berkembang akan terlecut hatinya untuk meningkatkan upayanya karena pola pikirnya yang menempatkan kegagalan sebagai kurangnya ketrampilan dan pengalaman. Kritik adalah obat yang menyehatkannya.

Memulai Menjadi Seorang Pembelajar
Jika ingin menimba keberhasilan dan menjadi pribadi yang berkualitas, tidak ada jalan lain bahwa kita harus mengalami transformasi mindset kita. Tidak mudah mengubah mind set lama dengan mind set baru, karena perubahannya yang bersifat radikal. Mengubah mindset berarti membongkar kebiasaan dan sikap kita yang lama dan membentuk sebuah karakter baru seorang pembelajar. Visi dan tujuan hidup akan menjadi katalisator perubahan tersebut.

Perubahan mindset ini harus diikuti dengan sebuah identifikasi: peluang dan tantangan apa saja yang kita hadapi dan bisa kita gunakan untuk berkembang. Peluang itu bisa untuk diri sendiri, profesi, maupun untuk orang-orang di sekitar kita

Dan ketika identifikasi itu sudah dilakukan, kita perlu menyusunnya dalam sebuah rencana aksi yang jelas dan terukur. Tentu dibutuhkan komitmen dan tekad yang kuat supaya rencana itu berjalan dengan baik. Jika kita menemui rintangan atau kemunduran, maka kita perlu menyusun ulang rencana berdasarkan umpan balik dan kritik yang kita terima.

Ketika keberhasilan sudah mulai bisa dicapai, kita perlu memikirkan bagaimana cara mempertahankan keberhasilan tersebut, bahkan melanjutkan dan meningkatkannya. Tentu ini adalah sebuah proses berulang (circle process) dalam pembentukan karakter, kebiasan, dan perilaku kita menjadi pribadi yang utuh, berkualitas dan berkembang. Jadilah seorang pembelajar yang baik.

Mekanisme Kegagalan

Setiap orang mempunyai mekanisme sukses dan gagal. Mekanisme kegagalan bekerja secara otomatis, tetapi mekanisme kesuksesan tidak bisa diaktifkan kecuali degan memperjuangkan tujuan hidup yang jelas.

“Apa saja ni’mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”
(QS-4:79)

“Kegagalan adalah pencapaian, hasil dari seperangkat kompetensi yang kita latih setiap hari.”
(Ikhwan Sopa)

Kita sering sekali sulit menerima kegagalan. Kita sedih jika kita gagal. Biasanya, kita langsung mencari “sesuatu” atau “seseorang” untuk disalahkan. Pada akhirnya, telunjuk yang menuding itu akan mengarah ke diri kita sendiri. Kegagalan sering membuat kita frustrasi.

Setiap kegagalan, adalah sebuah hasil pencapaian, dari serangkaian proses yang kita bangun sendiri. Kita membangun semua proses itu, dengan mengerahkan segala keahlian yang kita sendiri tidak menyadarinya. Keahlian itu, adalah keahlian untuk menjadi gagal.

Di satu sisi,

“Gagal hanya ada jika kita berhenti.”

Di sisi yang lain,

“Insanity is doing the same thing over and over again and expecting different results.”
Albert Einsten

Maka mengulangi lagi dan lagi, dengan hanya sekedar mengulangi saja, sama artinya dengan mengeksekusi kembali segala keahlian dan kemampuan kita untuk mencapai hasil yang sama, yaitu kegagalan. Kita perlu merubah keahlian dan kemampuan ini.

Kita sering tak menyadari, manakala kita terjebak pada fenomena “Self Fulfilling Prophecy” alias prediksi yang terpenuhi dengan sendirinya.

Di sisi yang baik, kita mengenal “pygmalion effect” atau “rosenthal effect”, di mana sebentuk pujian, semakin menguatkan perilaku yang dipuji. 

Kita juga mengenal “placebo effect”, di mana suatu masukan, menjadi kebenaran karena pengaruh keyakinan dan kepercayaan.

Di sisi yang buruk, terjadi pula proses yang sama. Di antaranya, ya “self fulfilling prophecy” itu tadi, yang dalam hal ini adalah prediksi buruk yang menjadi kenyataan.

“Waduh… bakal gagal neh.”
“Alah… saya mah emang nggak becus.”
“Aku ini emang nggak cocok jadi pengusaha.”

Dalam berbagai literatur, ungkapan-ungkapan di atas dianggap mencerminkan sebentuk “cetak biru” bagi pribadi. Menunjukkan sebentuk cara pandang tentang diri sendiri. Ketika cara pandang ini telah diterima sebagai keyakinan, karena terus-menerus disuntikkan ke dalam pikiran, ia akan merembes menjadi “cetak biru” yang dianggap benar.

Cetak biru ini, oleh para pakar sering disebut sebagai “self image”. Mereka meyakini, bahwa setiap orang, dengan apapun yang menjadi sikap, perilaku, dan keputusannya, tak akan bergerak jauh dari “cetak biru” ini.

Sejak ia dianggap benar, maka segala sikap dan perilaku, akan bergerak berdasarkan inspirasi itu. Kita tak boleh lupa, bahwa kita adalah makhluk inspirasi dan makhluk aspirasi. Kita selalu cenderung mengambil referensi dari dalam diri sendiri – sekalipun itu adalah hasil cetakan dari luar diri, untuk kemudian mengejawantahkannya keluar, ke dalam kehidupan pribadi.

“Self  fulfilling prophecy” bekerja dengan “positive feedback”, yaitu bentuk respon ke dalam diri sendiri, di mana respon itu akan menyediakan umpan balik, bagaimanapun status dari suatu keadaan, baik benar maupun salah.

Saya jadi ingat, di dunia auditing dan akuntansi ada model konfirmasi positif dan konfirmasi negatif (saya seorang akuntan – register D-16804). Konfirmasi positif adalah sebentuk konfirmasi yang disampaikan, baik ada atau tidak ada penyimpangan. Konfirmasi negatif adalah sebentuk konfirmasi yang disampaikan, hanya jika ada ketidakcocokan.

Uniknya, dalam hal “self fulfilling prophecy” setiap feedback (positive mode) akan diacu kepada sesuatu yang dianggap benar sedari awal (“cetak biru”), dan bahkan, dengan kekuatan emosional menjadi “dibenarkan”, karena kita ingin bahwa itu benar. Sekalipun, feedback itu menyatakan “something is wrong”. (Kalo nggak mudeng nggak usah dibahas, lanjut aja langsung ke bawah… ane juga mumet)

Berikut ini adalah dua poin yang punya peran, dalam menciptakan “cetak biru” bagi diri sendiri. Inilah sebagian, dari sekian banyak hal, yang telah “membantu” seseorang dalam merumuskan jati dirinya dengan salah arah, inilah yang telah “membantu” seseorang dalam membangun “kompetensi kegagalan”.

1. Labelling atau Atribusi

Ini terjadi, ketika seseorang telah secara sadar atau tidak sadar, menyalahgunakan kemampuan pikirannya yang sangat khas, yaitu “generalisasi”. Jika sedari kecil seseorang sering mendapatkan labeling buruk yang disertai dengan kata-kata “pemastian”, misalnya “dasar”, “memang” atau kata-kata yang secara langsung mengacu kepada jati diri seperi “kamu ini”, atau bahkan kombinasi dari semua itu sekaligus, maka proses “generalisasi” langsung mengambil peran. Pelan tapi pasti, cetak biru ini terbentuk dan terbawa hingga dewasa.

“Dasar anak nakal!”
“Memang kamu ini nggak bisa apa-apa!”
“Kamu ini bener-bener guoblok!”

Waktu akan memastikan, hingga pikrian dan perasaan sang obyek penderita dari kalimat-kalimat itu menjadi kelelahan, dan kemudian menerima dan membiarkannya menjadi bagian dari kehidupan dan menjadi bagian dari jati diri. Lambat-laun, kalimat-kalimat itu akan bergaung dan menggema di seluruh ruang hatinya.

“Ya!”

Hanya dua huruf itu saja yang diperlukan, untuk mengaktivasi keterampilan menuju kegagalan. Sebab hati adalah panglima, dan pikiran adalah komandannya. Sementara perasaan, hanya ingin ketenangan. Apalagi yang bisa dilakukan kecuali meneriakkan dua huruf itu kuat dan kencang di dalam hati? Mereka toh orang tua saya yang harus saya hormati? Saya kan masih tinggal dan menggantungkan hidup saya pada mereka? Bukankah hanya mereka orang-orang yang penting dalam hidup saya? “Ya! Saya memang begitu.”

Ketika dewasa dan sangat ingin mengatakan “tidak”, semuanya telah terlambat. Sangat terlambat.

Sambil terus menyesali diri, ia yang menjadi korban benar-benar menempatkan dirinya sebagai korban. Di sela-sela kesedihan, ia berontak sekuat tenaga dan berusaha melawan. Ia masuk pada jebakan berikutnya.

2. Harus, Mesti, Pokoknya

Kesadarannya yang telah dewasa mengatakan pada dirinya, “Aku tak bisa terus begini! Aku adalah juara!”

Kemudian ia melanjutkan,

“Aku harus…”
“Aku mesti…”
“Pokoknya aku mau…”

Ia lupa, memaksakan diri untuk semua itu, justru menjebaknya sekali lagi. Ia membebani dirinya terlalu jauh, dan ia meletakkan beban terlalu berat di pundaknya. Ia langsung “menembak” tanpa lebih dahulu “membidik”. Titik targetnya, adalah dirinya sendiri. Ia telah menguatkan kemampuannya – untuk gagal sekali lagi.

Ia lupa, bahwa langkah pertama yang diperlukannya adalah belajar menyukai diri sendiri – http://goo.gl/nFGzd. Dan ini, hanya bisa dilakukannya dengan menelusuri kembali “draft awal” dari “cetak biru”-nya. Sebab, “cetak biru” itu sudah terlanjur menjadi acuan.

Kalimat-kalimatnya yang dipengaruhi “draft awal” itu sebenarnya berbunyi begini,

“Aku harus…, jika tidak maka…”
“Aku mesti…, jika tidak maka…”
“Pokoknya aku mau…, jika tidak maka…”

Apapun kata dan kalimat setelah kata “maka” adalah bibit-bibit bagi “self fulfilling prophecy”-nya. Dengan cetak biru yang sudah dianggap “benar”, segala sikap, perilaku, dan tindakan, akan mengarahkannya menuju realisasi dari segala yang mengikuti “maka” itu.

Ia perlu bekerja dua kali, tantangannya lebih besar lagi. Ia perlu melakukan re-imprint untuk “cetak biru”-nya sekali lagi, dan kini dengan sikap penerimaan diri yang lebih baik dan tak diwarnai dengan kemarahan. Ia perlu melakukan review dan koreksi. Ia perlu melakukan introspeksi sekali lagi dengan sungguh-sungguh mencintai diri sendiri dan memaafkan kesalahannya sendiri. Ia perlu melakukan “re-definisi” diri.

Langkah pertama yang dapat dilakukannya, adalah mengurusi huruf pertama dari F.A.I.L.U.R.E., yaitu “f” alias frustrasi.

Sedikit frustrasi memang baik bagi siapa saja, sebab setiap tindakan dan perbuatan kita memang tak pernah lebih baik dari yang kita niatkan. Sedikit-sedikit frustrasi, adalah tanda-tanda sakitnya. Akar dari penyakitnya ada dua atau kedua-duanya yaitu:

1. Tujuannya kurang realistis, karena dirinya belum siap, atau
2. Telah terjadi “salah pengembangan diri”, atau kedua-duanya.

Ia perlu menyederhanakan cita-citanya, menjadi lebih realistis sesuai dengan keadaan dirinya. Pada saat yang sama, ia perlu berlatih menyukai dirinya sendiri berbarengan dengan upaya mengembangkan dirinya hingga menggeser keahlian dan kemampuan; dari gagal yang otomatis menjadi berhasil yang otomatis.

Jika ini tidak dilakukan, maka terjadilah apa yang sering kita temukan dalam keseharian, yaitu orang-orang yang tersiksa oleh cita-citanya sendiri. Stress, atau bunuh diri. Naudzubillahi min dzaalik!

Mari kita berhitung, seberapa sering kita frustrasi? Jangan-jangan bukan karena kita tidak pandai melakukan sesuatu, tapi karena kita lupa memandaikan auditing diri.

Semoga bermanfaat.

Psycho Cybernetics [Manajemen Mind Power]

Seorang pemuda Indian bertanya kepada kakeknya mengapa dia mudah sekali tersinggung, gampang marah, tdk tenang dan selalu punya prasangka buruk terhadap orang lain. Dia ingin tahu cara mengubah perangainya…

Sang kakek berkata, bahwa dalam diri manusia ada dua ekor serigala. Serigala yang satu selalu berpikiran negatif, mudah marah dan selalu punya prasangka buruk. Sedang serigala yang lain selalu berpikiran positif, baik hati, dan suka hidup damai. Setiap hari kedua serigala ini selalu berkelahi.

Lalu siapakah yang menang? tanya si pemuda. Yang menang adalah yg setiap hari kau beri makan, kata sang kakek.

Earl Nightinghale pernah menuliskan “KITA ADALAH APA YANG KITA PIKIRKAN”. Kita akan menjadi seperti apa yang kita pikirkan mengenai diri kita. Mengapa pikiran itu begitu dahsyat pengaruhnya. Ternyata pikiran-pikiran yang kita masukkan dalam diri kita akan mempengaruhi perilaku kita sehari-hari, prilaku akan membentuk watak, watak akan membentuk kebiasaan kita dan kebiasaanlah yang akan menentukan nasib kita. Jika Anda sering membaca buku-buku tentang motivasi, inti dari semua buku-buku tersebut adalah pada bagaimana kita mengelola pemikiran kita. Begitu banyak istilah yang kita dengar dari motivator-motivator handal, mulai dari Kekuatan Pikiran, Kekuatan Kata-Kata, Psycho Cybernetic, The Secret, dsb. Jika Anda telah membaca semua buku-buku tersebut, intinya hanya ada satu kata yaitu PIKIRAN.

Untuk itu mulai hari ini awalilah hidup kita dengan memasukkan pikiran-pikiran positif dalam diri kita juga pikiran-pikiran besar. Setiap pagi sebelum memulai hari katakan pada diri kita
SAYA BISA,
SAYA PASTI BISA…
SAYA PASTI BISA MELAKUKANNYA. 
TIDAK ADA HAMBATAN SEBESAR APAPUN YANG DAPAT MENGHENTIKAN SAYA.

Man Jadda Wajada (siapa yang bersungguh - sungguh akan berhasil), bisa kita jadikan Afirmasi kunci [Auto Sugesti Positif] untuk membangkitkan TEKAD. Tekad (DETERMINATION) adalah kemauan atau kehendak untuk berbuat sesuatu dengan sungguh-sungguh. Atau bisa juga dikatakan tekad sebagai kemauan yang teguh. Tak tergoyahkan oleh berbagai kesulitan. Tak kendor dengan hadangan masalah.
Ucapkan,
MAN JADDA WA JADA
TEKADKU SUKSES
BILA ORANG LAIN BISA
MAKA AKUPUN BISA
Resep dan Gambaran Kepribadian Sukses ala New Psycho-CyberneticsMaxwell Maltz dalam bukunya yang berjudul “The New Psycho-Cybernetics” (2004) memberi resep tentang gambaran kepribadian sukses, dengan rumusan akronim yang mudah diingat yaitu : SUCCESS. Berikut ini saripati resep yang diberikannya, yang mungkin akan berguna bagi Anda, dan tentunya sebagai bahan refleksi bagi saya sendiri.

1. Sense of Direction (Kesadaran akan Arah)
Carilah sasaran yang layak Anda capai. Lebih baik lagi kalau Anda tetapkan suatu proyek. Putuskanlah apa yang Anda inginkan dari satu situasi. Lihatlah ke depan, jangan ke belakang. Milikilah selalu sesuatu di depan Anda untuk dijadikan harapan.

Kembangkanlah “nostalgia masa depan” ketimbang masa lalu. “Nostalgia masa depan” itu bisa membuat awet muda. Bahkan tubuh Anda pun takkan berfungsi dengan baik, jika Anda tidak lagi menjadi seorang pencapai sasaran dan tidak mempunyai harapan apa-apa lagi. Karena alasan inilah seringkali seseorang meninggal tidak lama setelah pensiun.

Kalau Anda tidak berupaya mencapai sasaran, tidak memandang jauh ke depan, maka sesungguhnya Anda tidak benar-benar hidup.

Selain sasaran-sasaran murni pribadi Anda sendiri, milikilah setidaknya satu sasaran yang bukan pribadi, dimana Anda bisa menghubungkan diri. Berminatlah dalam proyek tertentu untuk membantu sesama, bukan karena wajib, melainkan atas kemauan Anda sendiri.

2. Understanding (Pengertian)
Pengertian bergantung kepada komunikasi yang baik. Anda tidak akan bereaksi tepat kalau informasi yang Anda tindaklanjuti itu keliru dalam mengartikannya.

Untuk mengatasi suatu masalah secara efektif Anda harus mengerti sifat sejatinya. Kebanyakan kegagalan kita dalam berhubungan antar manusia adalah karena salah pengertian. Kita berharap orang lain beraksi dan memberikan respons serta mencapai kesimpulan yang sama seperti kita dari serangkaian fakta atau keadaan.

Manusia bereaksi terhadap gambaran mental mereka sendiri, bukan terhadap segala apa adanya. Kebanyakan reaksi atau posisi orang lain itu bukanlah dimaksudkan untuk membuat kita menderita, sebagai keras kepala atau berniat jahat, melainkan karena mereka artikan dan mereka tafsirkan situasinya secara berbeda-beda. Mereka hanyalah bereaksi sesuai dengan apa yang –bagi mereka- tampaknya benar dalam situasinya.

Mengakui ketulusan orang lain ketika keliru, ketimbang menganggapnya sengaja atau berniat jahat, akan membantu melancarkan hubungan antar manusia dan melahirkan pengertian yang lebih baik diantara mereka.

Tanyakanlah kepada diri sendiri ”Bagaimanakah hal ini tampaknya bagi dia?” “Bagaimanakah ia menafsirkan situasi ini?” “Bagaimanakah perasaannya tentang hal ini?”. Cobalah mengerti mengapa ia bersikap seperti itu.

Seringkali kita ciptakan kebingungan ketika kita tambahkan opini kita sendiri terhadap fakta-fakta yang ada dan sampai pada kesimpulan yang keliru (fakta versus opini).
Fakta : Dua orang teman sedang berbisik-bisik dan berhenti ketika Anda datang
Opini : Pasti mereka sedang menggosipkan aku (reaksi negatif)
Jika Anda dapat menganalisa situasi secara tepat dan dapat memahami bahwa tindakan kedua teman Anda itu bukanlah dimaksudkan untuk menjengkelkan Anda, maka niscaya Anda pun dapat memilih respons yang lebih tepat dan produktif.

Kita harus dapat melihat kebenaran dan menerimanya, entah baik atau buruk. Seringkali kita warnai data yang diperoleh dengan ketakutan, kecemasan, atau hasrat kita sendiri.

Bertrand Russell pernah mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa Hiltler kalah dalam Perang Dunia II adalah karena dia tidak sepenuhnya memahami situasinya. Para pembawa berita buruk dihukum. Tidak lama kemudian tak seorang pun berani mengatakan yang sebenarnya. (Mungkin hal ini pula salah satu faktor yang menyebabkan kejatuhan Soeharto dengan kebiasaan laporan Asal Bapak Senang-nya).

3. Courage (Keberanian)
Mempunyai sasaran serta memahami situasinya belumlah cukup. Anda harus mempunyai keberanian untuk bertindak, sebab hanya dengan tindakanlah, sasaran, hasrat, dan kepercayaan itu dapat dijabarkan menjadi kenyataan.

Seringkali perbedaan antara orang yang sukses dengan pecundang bukanlah karena kemampuan atau ide yang lebih baik, melainkan keberanian untuk bertaruh atas ide-idenya sendiri untuk mengambil resiko yang diperhitungkan dan untuk bertindak.

Kita sering membayangkan keberanian sebagai perbuatan kepahlawanan di medan pertempuran, ketika kapal kandas, atau dalam suatu krisis. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari pun sesungguhnya menuntut adanya keberanian.

Jangan berdiam diri yang hanya akan membuat Anda semakin terperangkap. Bersedialah membuat beberapa kesalahan, menderita sedikit kepedihan untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan.

Berlatihlah sikap berani dengan “hal-hal kecil”, jangan tunggu hingga Anda bisa menjadi pahlawan besar dalam krisis yang parah. Dengan melatih berani dalam hal-hal kecil, kita dapat mengembangkan kuasa dan talenta untuk bertindak berani dalam urusan-urusan yang lebih penting.

4. Charity (Amal/Belas kasih)
Kepribadian sukses ditandai adanya minat dan menghargai sesamanya. Mereka menghormati martabat, masalah, serta kebutuhan sesamanya. Mereka memperlakukan sesamanya sebagai manusia, ketimbang sebagai pion dalam permainan mereka sendiri. Mereka sadar bahwa setiap orang adalah makhluk Tuhan dan individu yang unik yang layak diberikan martabat dan penghormatan.

Adalah fakta psikologis bahwa perasaan kita tentang diri sendiri cenderung berhubungan dengan perasaan kita tentang orang lain. Kalau seseorang merasa beramal kepada orang lain, dia pasti mulai merasa beramal terhadap dirinya.

Orang-orang yang merasa bahwa manusia itu tidak penting, tidak mungkin menghormati dan menghargai dirinya sendiri.

Salah satu metode yang paling dikenal dalam mengatasi rasa bersalah adalah berusaha berhenti mengutuk, membenci, menyalahkan orang lain atas kesalahan-kesalahan mereka.

Anda akan mengembangkan citra diri yang lebih baik dan lebih memadai kalau Anda mulai merasa bahwa orang lain itu lebih berharga.

Memperlakukan semua orang dengan hormat adalah amal, oleh sebab itu tidaklah selalu dibalas secara individual dan seketika. Anda tidak bisa memandangnya sebagai transaksi tetapi harus memandangnya sebagai konstribusi Anda terhadap masyarakat pada umumnya.

5. Esteem (Harga Diri)
Dari segala perangkap serta kejatuhan dalam kehidupan ini, harga diri adalah yang paling mematikan, dan paling sulit diatasi karena hal itu adalah lubang dirancang dan digali oleh tangan kita sendiri, yang terangkum dalam ungkapan” Percuma, aku tak bisa melakukannya”

Waspadalah terhadap pencuri kebahagiaan yaitu kritikus di dalam diri sendiri. Ketika kritikus dalam diri sendiri mulai merendahkan kita hendaknya kita tidak ragu-ragu berteriak “Hentikan!” dan menyuruhnya kembali ke pojoknya yang gelap, pantas dihukum karena meragukan kita.

Berhentilah membawa-bawa gambaran mental tentang diri sendiri sebagai individu yang kalah mampu dibandingkan dengan yang lain. Rayakanlah kemenangan Anda, entah besar atau kecil, kenalilah dan pupuklah kekuatan-kekuatan Anda, dan terus ingatlah diri sendiri bahwa Anda bukanlah kesalahan-kesalahan Anda.

Kata “menghargai diri” secara harfiah menghargai nilai diri. Mengapa manusia takjub melihat bintang-bintang, bulan, luasnya samudera, indahnya bunga atau matahari terbenam, tetapi kenapa harus merendahkan diri sendiri? Bukankah semua itu karya Sang Khalik yang juga menciptakan kita?

Menghargai nilai diri sendiri bukanlah egoisme, kecuali Anda berasumsi bahwa Andalah yang berjasa menjadikan diri sendiri Janganlah rendahkan produk-Nya hanya karena Anda sendiri yang kurang tepat menggunakannya.

Jadi, rahasia terbesar dari membangun harga diri ini adalah mulailah dengan berusaha menghargai sesama, hormatilah manusia manapun sebagai makhluk Tuhan yang unik dan sungguh sangat berharga.

Latihlah memperlakukan sesama Anda sebagai manusia yang berharga maka harga diri Anda sendiri pun akan meningkat. Sebab harga diri sejati bukanlah berkat hal-hal yang hebat yang telah Anda perbuat, tetapi berkat menghargai diri sendiri apa adanya–sebagai makhluk Tuhan

6. Self Confidence (Kepercayaan Diri)
Kepercayaan diri dibangun atas pengalaman sukses. Ketika kita pertama kali memulai sesuatu, kemungkinan besar kepercayaan diri kita kecil karena kita belum belajar dari pengalaman bahwa kita bisa sukses. Ini berlaku entah belajar sepeda, berbicara di depan publik, atau dalam aktivitas lainnya.

Adalah benar sekali bahwa sukses melahirkan sukses. Sekecil apapun kesuksesan seseorang dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih sukses yang lebih besar.

Teknik penting untuk memupuk kepercayaan diri adalah dengan mengingat setiap kesuksesan yang dicapai di masa lalu dan berusaha melupakan kegagalan di masa lalu.

Tetapi apa yang seringkali dilakukan kebanyakan orang? Mereka justru seringkali menghancurkan kepercayaan dirinya, dengan mengingat kegagalan-kegagalan yang ditanamkan dalam emosinya, sementara kisah suksesnya terlupakan, sehingga akhirnya kepercayaan diri pun menghilang.

Tidak menjadi masalah seberapa sering Anda gagal di masa lalu, yang paling penting adalah upaya sukses yang seharusnya diingat, dikuatkan dan direnungkan.

Kalau kita amati kesuksesan orang lain, hampir semua kesuksesannya tidak pernah dilalui melalui jalan yang lempang, tetapi mereka justru menempuhnya secara zig-zag. Gunakanlah kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan sebagai cara untuk belajar, lalu singkirkanlah itu dari pikiran kita.

7. Self Acceptance (Penerimaan Diri)
Penerimaan diri artinya menerima diri kita sekarang secara apa adanya, dengan segala kesalahan, kelemahan, kekurangan, kekeliruan serta aset dan kekuatan-kekuatan kita. Kita harus menyadari kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan kita sebelum kita dapat mengoreksinya.

Orang yang paling nelangsa serta tersiksa di dunia ini adalah mereka yang terus berupaya meyakinkan diri sendiri mau pun orang lain bahwa mereka adalah lain dari apa yang sesungguhnya. Tak ada kelegaan atau kepuasan ketika Anda akhirnya menanggalkan segala kepura-puraan dan bersedia menjadi diri sendiri. Berusaha mempertahankan kepura-puraan bukan saja merupakan tekanan mental yang hebat, tetapi juga akan terus menerus menuntun pada kekecewaan dan frustrasi pada saat seseorang beroperasi di dunia nyata dengan keadaan diri yang fiktif.

Mengubah citra diri tidaklah berarti mengubah diri Anda, melainkan mengubah gambaran mental Anda, estimasi Anda, konsepsi Anda dan kesadaran Anda akan diri. Kita bisa mengubah kepribadian kita, tetapi tak dapat mengubah diri dasar kita.

Belajarlah diri Anda apa adanya dan mulailah dari sana. Belajarlah untuk secara emosional mentolerir ketidaksempurnaan pada diri Anda. Penting kita sadari secara intelektual kekurangan-kekurangan kita tetapi janganlah sampai kita membenci diri sendiri karenanya. Janganlah membenci diri sendiri karena Anda tidak sempurna. Tak ada seorang pun yang sempurna dan mereka yang pura-pura dirinya sempurna akan terkurung dalam kenelangsaan.

Sumber :
Maxwell Maltz. 2004. The New Psycho-Cybernetics. (alih bahasa:Arvin Saputra, editor Lyndon Saputra). Batam: Interaksara

Kekuatan Pertanyaan

Pernahkah kita menanyakan pertanyaan berikut ini kepada hati nurani kita sendiri ;
Kenapa Anda hidup?
Apa gunanya Anda hidup?
Kehidupan apa yang ingin Anda jalani?
Anda ingin akhir hidup yang seperti apa?

Gunakan kalimat yang tepat dalam BERTANYA
 contoh ;

Mengapa saya tidak bisa melakukan ini
atau
Bagaimana saya bisa membuat ini berjalan?

Mengapa ini terjadi?
atau
Bagaimana saya bisa lakukan ini untuk membantu mengubahnya?

Mengapa saya tidak bisa mencetak uang lebih banyak?
atau
Bagaimana saya bahkan bisa lebih menambahkan nilai?

Apa yang keliru dalam hidup saya?
atau
Apa yang saya syukuri untuknya?

Ingin sebuah kehidupan yang lebih baik?
Tanyakan pertanyaan-pertanyaan yang akan memberdayakan, menggairahkan, mengispirasikan

Kita gunakan PERTANYAAN YANG TEPAT.
Untuk mendapatkan JAWABAN-JAWABAN yang tepat

PERTANYAAN ADALAH KEKUATAN!!
Pertanyaan yang tepat akan menghasilkan jawaban yang tepat, dan jawaban yang tepat akan mengarahkan kehidupan kita menuju arah yang tepat.

Hiduplah Dengan
INSPIRASI
BERSYUKUR
CINTA
KEBERANIAN
dan tentu BERGAIRAH

Tidak ada satupun didunia ini yang tidak mungkin, bila Anda berusaha mencapainya dengan fokus dan mencurahkan segenap kekuatan dan keyakinan, Anda yakin! Anda bisa !

Sebuah pertanyaan yang tepat memiliki kekuatan mengagumkan. Setiap pertanyaan adalah pintu menuju kebenaran..dan kebenaran akan diberikan oleh Dia yang Maha Tahu..memancar dari nurani setiap orang.
Pertanyaan adalah cara yang baik untuk mengakses jawaban dari pikiran bawah sadar Anda.

Jika Anda bertanya pada diri sendiri pertanyaan negatif seperti, "Mengapa saya selalu seperti orang bodoh?" otak Anda akan datang dengan segala macam alasan untuk menjawab pertanyaan itu. Ini adalah sama sekali tidak membantu Anda, baik dalam situasi sekarang atau pada setiap waktu dalam hidup Anda.

Jika saja misalnya Anda bertanya pada diri sendiri, "Bagaimana saya bisa pulih dari kekacauan ini?" otak Anda akan memilah-milah bank memori Anda untuk datang dengan beberapa strategi untuk menebus kesalahan Anda.

Dengan kata lain, otak Anda akan selalu menghadirkan jawaban untuk setiap pertanyaan yang anda ajukan pada diri sendiri. Jawabannya belum tentu benar, tetapi otak Anda merasa berkewajiban untuk menanggapi pertanyaan Anda dan akan melakukan hal terbaik untuk dihadirkan kepada Anda dengan beberapa jenis jawaban, apakah layak atau tidak.

Bagaimana Anda bisa menggunakan fungsi otak untuk meningkatkan kehidupan Anda?

Latih diri anda untuk hanya mengajukan pertanyaan positif yang tepat.
Pertanyaan seperti "Mengapa saya begitu berbakat?" dan "Bagaimana aku bisa begitu beruntung?" akan memberikan hasil yang jauh lebih positif daripada yang mengandaikan jawaban kritis. Seringkali otak mengakui bahwa banyak pertanyaan-pertanyaan ini retoris, dengan kata lain mereka tidak benar-benar membutuhkan jawaban, tetapi dampaknya masih positif. Pertanyaan-pertanyaan menyiratkan bahwa Anda berbakat atau Anda beruntung, sehingga memperkuat dugaan itu. Dalam hal ini mereka berfungsi dengan cara yang sama seperti afirmasi.

Pertanyaan “MENGAPA”
Bertanya, "Mengapa aku selalu gagal?" pasti akan mengarah pada jawaban seperti "Karena kau pecundang!"
"Bagaimana saya bisa berhasil dalam usaha ini?" akan menyebabkan jawaban kreatif dan berguna.

Pertanyaan mengapa sering melingkar di dalam fikiran dan tidak digunakan dalam proses yang positif. Ganti mereka dengan pertanyaan-pertanyaan seperti
• Bagaimana saya bisa melakukan ini?
• Apa yang harus saya lakukan selanjutnya?
• Apa yang harus saya pelajari di sini?

Pertanyaan Harian
Anthony Robbins mempopulerkan penggunaan pertanyaan dalam program yang sangat bagus , Personal Power dan Personal Power II. Tony menemukan tiga set pertanyaan: satu untuk pagi hari, satu untuk malam, dan satu set untuk digunakan ketika berhadapan dengan masalah sepanjang hari.

1. Pertanyaan Pagi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini setiap pagi untuk mengatur diri untuk hari yang positif.
- Apa yang paling saya senangi dalam hidup saya sekarang?
Bagaimana hal itu membuat saya bahagia?
Bagaimana hal itu membuat saya merasa?
(Ulangi kedua pertanyaan sekunder setelah setiap pertanyaan utama)
- Apa yang membuat saya paling bersemangat dalam hidup saya sekarang?
- Apa yang paling saya banggakan dalam hidup saya sekarang?
- Apa yang membuat saya sangat berterima kasih dalam hidup saya sekarang?
- Apa yang membuat saya menikmati sebagian besar hidup saya sekarang?
- Apa yang saya paling berkomitmen dalam hidup saya sekarang?
- Siapa yang kucintai? Siapa yang mencintaiku?

2. Pertanyaan Malam
Tanyakan kepada diri Anda pertanyaan-pertanyaan di akhir setiap hari sebelum tidur.
- Apa yang telah saya berikan hari ini?
- Apa yang saya pelajari hari ini?
- Bagaimana hari ini telah ditambahkan ke kehidupan saya?
- Bagaimana saya bisa gunakan saat ini sebagai investasi di masa depan saya?
- Apa yang saya lakukan hari ini menuju mencapai tujuan saya?
- Opsional: Tambahkan pertanyaan pagi.

3. Pertanyaan Pemecahan Masalah
Pertanyaan-pertanyaan ini membantu ketika bekerja menuju tujuan dan / atau menghadapi hambatan.
- Apa yang harus saya lakukan hari ini menuju pencapaian tujuan saya?
- Bagaimana saya bisa menjadi sukses dan menikmati prosesnya?
- Apa yang bisa saya pelajari dari pengalaman ini?
- Apa yang saya hormati dari orang ini?
- Apa yang sebenarnya lucu tentang situasi ini yang saya tidak perhatikan sebelumnya?
- Apa yang hebat dalam hidup saya sekarang?
- Bagaimana saya bisa membuat hal ini terjadi sekarang dan menikmati prosesnya?

Tiga set pertanyaan dapat dicetak dalam font besar pada lembaran kertas terpisah dan ditampilkan di ruang kerja Anda.

Pertanyaan Ultimate
Pada 1980-an, NLP co-developer Leslie Cameron Bandler-mengembangkan proses yang disebut Pelatihan Self Imperatif. Satu segmen proses melihat pertanyaan umum, sebuah pertanyaan yang mencakup segala situasi.

Contoh berikut mungkin bisa membuat prinsip lebih jelas.
Linda seorang praktisi konseling baru dan pekerja kantor paruh waktu, yang juga sedang membesarkan dua anak remaja sendirian. Terlepas dari apakah dia sedang menghadiri sebuah konferensi, mengantar anak-anaknya ke konser atau mengatur kencan makan malam dengan teman-teman, Linda biasa bertanya pada dirinya,

"Apa yang harus saya lakukan selanjutnya?"

Dalam Pelatihan Self Imperatif, ia bekerja dengan terapisnya untuk mengembangkan pertanyaan baru yang lebih powerful untuk peningkatan kualitas kehidupan. Dia mengubah pertanyaan di atas dan Hasilnya adalah:

Pilihan pantas apa yang akan saya lakukan untuk memberi nilai tambah dalam hidup saya?

Hal ini membantu Linda membingkai ulang semua kegiatan dan dia akhirnya membuang segala sesuatu yang tidak beresonansi dengan pertanyaan baru.

Pertanyaan Kunci Anda
Jadi pertanyaan apa yang anda tanyakan pada diri sendiri dalam setiap situasi?
Bagaimana sikap Anda secara keseluruhan terhadap kehidupan Anda?
• Apakah kau menikmatinya?
• Apakah Anda memiliki hal-hal yang Anda syukuri?
• Apakah Anda memiliki hal-hal dalam hidup Anda bahwa Anda bangga?

LAPISAN TUBUH ENERGI/TUJUH LAPIS KESADARAN



Dalam kepercayaan timur, manusia memiliki Tubuh Energi. Mazhab yang umum mengatakan bahwa tubuh energi manusia ada 7 (tujuh) Lapis. Setiap lapisan tubuh energi, atau bisa dikatakan setiap tubuh energi, bila dipelihara dan dikembangkan, akan memunculkan potensi ”adikodrati” yang luar-biasa, yang sesungguhnya merupakan fitrah diri manusia.
  1. Lapis Tubuh Energi Pertama : Tubuh Fisik
  2. Lapis Tubuh Energi Kedua : Tubuh EGO [tubuh eterik atau tubuh prana].
  3. Lapis Tubuh Energi  Ketiga : Tubuh Astral / Tubuh Emosi
  4. Lapis Tubuh Energi Keempat Tubuh PIKIRAN/Tubuh Mental atau Tubuh Psikis
  5. Lapis Tubuh Energi Kelima : Tubuh KESADARAN ENERGI
  6. Lapis Tubuh Energi Keenam : Tubuh KESADARAN COSMIC
  7. Lapis Tubuh Energi Ketujuh : Tubuh KESADARAN RUH AL-QUDS/NUR MUHAMMAD
Ketujuh lapisan tubuh ini bisa dibayangkan seperti lapisan kulit bawang, dengan hukum yang berlaku : Lapisan diatas meliputi lapisan dibawahnya. LTE [Lapis Tubuh Energi] ke Tujuh dapat mengakses dan mengendalikan LTE ke Enam hingga lapisan tubuh Pertama, tetapi LTE Pertama tidak dapat mengendalikan / mengakses LTE ke dua dan diatasnya. Itu yang saya maksud dengan meliputi.
NAMUN sangat perlu dipahami, karena Basis (default) Kesadaran manusia (hidup) berada di tubuh fisik. Jika pada lapisan-lapisan bawah tubuh energi bermasalah (kotor), maka dapat menjadi penghalang (HIJAB) untuk mencapai kesadaran atau menggunakan potensi kemampuan lapisan energi yang berada diatasnya.
Lapis Tubuh Energi Pertama : Tubuh Fisik
Dalam kepercayaan timur, lapisan tubuh pertama berhubungan dengan Chakra Dasar.
LTE pertama mempunyai hubungan yang sangat erat dengan tubuh fisik. Seseorang yang berniat mengolah dan memanfaatkan potensi Tubuh Energi dan potensi Tubuh Cahayanya, harus merawat kesehatan LTE pertama ini dengan cara menjaga keseimbangan kebutuhan tubuh fisik seperti:
  • Makan & Minum. Makanlah makanan yang halal (baik cara perolehan maupun kandungan dzatnya), baik dan teratur, tidak berlebihan, serta gizi yang baik. Makanan yang didapatkan secara haram akan mengotori LTE ini.
  • Hubungan Seks. Lakukan secara halal dan tidak berlebihan.
  • Olah raga secara cukup dan teratur. Tubuh fisik kita tidak bisa terus-menerus berdiam diri, ia harus digerakkan secara teratur. Sudah sangat jamak diketahui bahwa jika tubuh ini kurang gerak maka penyakit-penyakit akan numpuk, begitu juga sirkulasi energi yang ada kurang aktif.
  • Istirahat dan tidur yang cukup untuk memulihkan energi.
Lakukan aktifitas makan, minum, berhubungan seks, olah-raga secara seimbang, jangan melampaui batas (berlebihan/kekurangan) karena dapat merusak, menjadikan lapisan tubuh pertama menjadi kotor / bermasalah.
Dalam agama islam, mungkin kita bisa merujuk pada sebuah hadist yang sangat populer, kira-kira intinya adalah sbb: ”Berhentilah makan sebelum kenyang”. Mengapa kita dinasihatkan demikian? Mungkin, jawabannya kurang-lebih adalah demikian:
  • Kekenyangan dapat membawa dampak yang kurang bagus bagi tubuh fisik, menjadi ”endut”.
  • Kekenyangan dikhawatirkan hanya memperturutkan nafsu belaka, sehingga tumbuh sifat serakah.
  • Dll.. (hehehe.. ini menunjukkan sedikitnya perbendaharaan yang saya miliki.. )
LTE Pertama ini saya sebut sebagai Lapisan Tubuh NAFSU karena sangat terkait dengan nafsu untuk pemenuhan kebutuhan tubuh fisik: libido, syahwat, lapar, haus.
Jika nafsu-nafsu makan, minum, berhubungan seks, bergerak, yang melekat dan sebagai driver untuk menjaga kelangsungan hidup tubuh fisik ini terlalu menonjol (berlebih) maka lapisan tubuh pertama ini akan menjadi kotor dan bisa menjadi Hijab untuk mengakses potensi-potensi LTE diatasnya.
Kekotoran bisa terjadi, bukan hanya sebagai ”akibat” dari tindakan (action), tetapi ”hanya” dalam tataran fantasi dan imajinasi pun sangat mungkin membuat lapisan tubuh energi ini menjadi kotor. Ketakutan / kekhawatiran yang berlebih akan terputusnya kelangsungan (sumber) rizki (makan) pun dapat mengotori LTE ini.
Jika LTE Pertama ini kotor, Bagaimana mengatasinya?
Dalam agama islam, secara preventif banyak ”pasal” yang mengatur masalah ini, seperti menjaga pandangan dari hal-hal yang haram dan diharamkan, menutup aurat, tidak berdua-duaan dengan yang bukan muhrim, puasa sunnah, puasa wajib, tidak makan daging babi, bangkai, darah, minum-minuman keras dan lain sebagainya. Puasa juga dapat dilakukan sebagai tindakan kuratif. Taubat dan istighfar yang dilakukan secara tepat dapat membersihkan kekotoran lapisan tubuh pertama ini.
Lapis Tubuh Energi Kedua : Tubuh EGO [tubuh eterik atau tubuh prana].
Dalam kepercayaan timur, lapisan tubuh kedua ini berhubungan dengan Chakra Seks.
Lapisan Tubuh Energi kedua saya sebut sebagai Tubuh EGO, secara umum mungkin dikenal sebagai tubuh eterik atau tubuh prana. Whatever-lah… belum ada undang-undang atau konvensi yang mengatur penamaan ini.. hehehe..
Jika LTE pertama adalah tempat nafsu untuk pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan tubuh fisik, maka LTE Kedua adalah tempat beradanya nafsu untuk pemenuhan Citra diri, harga diri, gengsi, dll. Pada lapisan inilah terdapat hasrat, ambisi, keinginan-keinginan. Aku ingin begini, aku ingin begitu.. persis lagunya Doraemon. Hasrat, ambisi, adalah fitrah manusia yang dapat mendorong manusia untuk selalu menjadi lebih baik dalam segala hal: sosial, ekonomi, ilmu-pengetahuan, teknologi, spiritual, dll.
Lapisan Tubuh Kedua ini meliputi (dapat mengakses) lapisan Tubuh Pertama. Jika potensi ‘hasrat’ dipadu dengan nafsu seks maka akan menjadi dorongan untuk melakukan aktifitas seksual, begitu pula jika hasrat dipadu dengan nafsu makan, mungkin hasratnya tidak sekedar makan, tetapi ingin makanan yang lebih bergizi dan bergengsi, jadilah kegiatan makan yang tidak sekedar makan.
Jika hasrat, ambisi dan keinginan ini dibiarkan bebas, maka akan terjadi pelanggaran fitrah manusia. Manusia adalah makhluk yang cenderung melampaui batas. Ambisius, Mau menang sendiri, Serakah, tamak… Ketika hasrat ini diperturutkan menjadi bebas, kebablasan, maka LTE Kedua menjadi kotor yang akan menjadikan hijab dan sulit bagi kita (dikesadaran fisik) untuk memanfaatkan potensi-potensi lapisan tubuh energi diatasnya.
Dibalik hasrat, ambisi dan keinginan-keinginan, terdapat unsur-unsur pelengkap seperti : Berani dan Takut, Kecewa dan Puas, sakit hati dan senang hati. Takut adalah hal yang wajar, merupakan indikasi bahwa kita belum paham terhadap apa yang sedang/akan kita hadapi, tetapi Ketakutan adalah lain soal. Ketakutan menjadikan tubuh energi kita lemah, dan keberanian menjadikan kita kuat. Namun keberanian tanpa memperhatikan moral, etika, agama, dll, akan membuat Lapisan Tubuh Energi kedua ini menjadi kotor.
Lapis Tubuh Energi  Ketiga : Tubuh Astral / Tubuh Emosi
Dalam kepercayaan timur, lapisan tubuh ketiga ini berhubungan dengan Chakra Solar Plexus.
Lapisan tubuh ketiga sering disebut sebagai tubuh astral, namun saya lebih suka menyebutnya sebagai Tubuh EMOSI. Mengapa? Karena pada lapisan tubuh energi inilah bersemayamnya segenap perasaan kita seperti: senang – susah, kecewa – puas, sakit hati, gembira – sedih, marah, takut – berani, dll.
Ketika kematian menjemput (Ruh ditarik pulang), lapisan tubuh pertama dan lapisan tubuh kedua akan mati dan terurai menjadi unsur-unsur alam semesta pembentuknya, sehingga mereka kehilangan Nafsu dan Hasrat. Lapisan tubuh ketiga, kelangsungannya tergantung dari ’status perasaan’ yang disandangnya. Ikhlas-kah ketika ia meninggal dunia? Tidak-terimakah? Bila orang tersebut meninggal dalam kondisi marah, dendam, kecewa, sedih, dengan kata-lain ”tidak berserah-diri kepada (takdir) Allah”, maka ia akan terus ”hidup” di alam energi dengan membawa emosi kemarahan itu. Ia tidak dapat meneruskan perjalanannya, untuk menunggu di alam penantian yang seharusnya, yang enak, bila seluruh unsur energi – perasaan tersebut telah musnah. Tak ada kelekatan lagi.
Ingat pesan Allah SWT dalam Al Qur’an: ”.. dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan berserah diri”. Berserah diri = Unbinding dari hal-hal duniawi atau apapun, kecuali hanya kepada Allah SWT.
Maka tak heran seseorang yang sudah meninggal dunia, untuk ”sementara waktu” dapat menampakan diri kepada orang yang masih hidup. ”Sementara waktu” disini bisa berarti beberapa hari hingga beberapa ratus tahun, atau selamanya hingga yaumil kiyamah kelak. Waallahua’alam.
Tubuh ketiga merupakan duplikat tubuh fisik. Tubuh emosi setiap orang memiliki bentuk yang sempurna (utuh) meski saat hidup orang tersebut mempunyai cacat pada tubuh fisiknya. Perbedaannya dari satu orang ke orang yang lain adalah: ada yang pucat, berseri, cerah, dll.
Tubuh emosi inilah yang digunakan untuk melakukan perjalanan keluar tubuh atau perjalanan astral, Out of Body Experience, atau Rogoh Sukmo.
Lapis Tubuh Energi Keempat Tubuh PIKIRAN/Tubuh Mental atau Tubuh Psikis
Dalam kepercayaan timur, lapisan tubuh keempat ini berhubungan dengan Chakra Jantung.
Lapisan tubuh keempat, saya pribadi lebih senang menyebutnya sebagai Tubuh PIKIRAN tempat beradanya pikiran kita – MIND. Banyak orang menyebutnya sebagai tubuh mental atau tubuh psikis. Whatever lah…
Beberapa aktifitas yang dilakukan oleh Pikiran adalah:
  • Berpikir
  • Imajinasi dan Visualisasi
  • Fantasy dan Berkhayal
  • Mimpi
Fantasy membayangkan suatu keadaan, kesenangan. Berhati-hatilah dengan fantasi ini, jangan pernah ber-fantasi buruk, jorok misalnya. Karena apa yang kita fantasikan benar-benar terwujud di alam energi ini dan dapat dilihat oleh semua makhluk di alam energi dilevel ini. Maka bukan suatu kebetulan, jika ketika seorang sedang berfantasi jorok lantas mengalami seolah-olah benar-benar merasakan yang difantasikan atau terkadang sering mimpi bersama ”orang” yang di-fantasi-kannya.
LTE Pertama, Kedua dan Ketiga pada dasarnya merupakan bagian dari LTE Ke empat ini.
Orang yang telah mengembangkan kemampuan LTE Keempat ini, akan mendapatkan kemampuan yang dikenal sebagai Extra Sensory Perception (ESP) – mendengar dan melihat tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, melihat dan mendengar bukan menggunakan indera-indera ragawi. Kemampuan ESP bertumbuh secara bertahap, dapat saja saat ini hanya dapat menerka apa yang dipikirkan orang lain, lalu sampailah ia dapat ‘melihat’ apa yang dipikirkan orang lain. Bagaimana cara melatih dan memperbesar kemampuan ESP ini?
ESP: Telepati, Clairvoyance, Projeksi pikiran dan Membaca pikiran adalah potensi dari tubuh pikiran ini, sedang Pola Pikir (Mindset) adalah bagaimana isi dari Pikiran kita tertata. Hukum Ketertarikan (Law of Attraction) bekerja pada level energi ini.
Lapis Tubuh Energi Kelima : Tubuh KESADARAN ENERGI
Dalam kepercayaan timur, lapisan tubuh kelima ini berhubungan dengan Chakra Tenggorokan.
Potensi apa yang yang dimiliki oleh lapisan tubuh kelima ini?
Lapisan tubuh kelima adalah Tubuh KESADARAN ENERGI. Seseorang dengan lapisan tubuh kelima yang telah berkembang sempurna, jika ia tertidur, maka hanya tubuh fisiknya saja yang tidur sedangkan tubuh energinya tetap sadar. Sadar pada saat tertidur.
Ketika bermimpi, ia sadar bahwa ia sedang berada di alam mimpi. Ketika tubuh fisiknya sedang dibius (anestesi), maka ia tetap sadar dan dapat melihat tubuh fisiknya yang sedang dioperasi – tanpa merasa sakit tentunya.
Sangat jarang orang yang memiliki Lapisan Tubuh Energi Ke Limanya yang telah berkembang sempurna, sebagian besar ”hidup kita”, default kesadaran kita ”parkir” ditubuh fisik (materi). Banyak orang menyebut bahwa kita, dengan kesadaran yang parkir ditubuh fisik, berada dalam keadaan ”tertidur”, mati dalam hidup.. (atau hidup dalam mati ya?.. ).
Lapis Tubuh Energi Keenam : Tubuh KESADARAN COSMIC
Lapisan tubuh energi keenam ini berkaitan dengan chakra Ajna yang terletak diantara kedua mata.
Lapisan tubuh keenam disebut sebagai Tubuh KESADARAN COSMIC. Melalui tubuh ini, seseorang bisa melihat alam semesta ini dengan gamblang. Anda bias berjalan-jalan meninggalkan planet bumi kita yang biru, semakin lama semakin terlihat mengecil. Anda bias melintasi langit.
Lapis Tubuh Energi Ketujuh : Tubuh KESADARAN RUH AL-QUDS/NUR MUHAMMAD
Ruh Al-Quds inilah yang membawa penjelasan kemisian seseorang, untuk apa seseorang diciptakan Allah, secara spesifik orang-per-orang. Dengan kehadiran Ruh Al-Quds, seseorang menjadi mengerti misi hidupnya sendiri. Mereka-mereka yang telah dianugerahi Kesadaran Ruh Al-Quds inilah yang disebut sebagai ‘ma’rifat’, dan telah mengenal diri sepenuhnya.
“Man ‘arafa nafsahu, faqad ‘arafa Rabbahu,” kata Rasulullah. Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Rabb-nya. Dengan kehadiran Ruh Al-Quds ke dalam jiwanya, seseorang menjadi mengenal dirinya, mengerti kemisian dirinya, dan mengenal Rabb-nya melalui kehadiran Ruh-Nya itu.
Dengan mengenal dirinya secara sejati, maka mulailah seseorang ber-agama secara sejati pula. “Awaluddiina ma’rifatullah,” kata Ali bin Abi Thalib kwh. Awalnya ad-diin (agama) adalah ma’rifatullah (mengenal Alah). Jadi berbeda dengan pengertian awam bahwa mencapai makrifat adalah tujuan beragama, justru sebaliknya: ma’rifat adalah awalnya beragama, ber-diin dengan sejati.
Keasadaran Ruh Al-Quds, ini ada juga yang menyebut dengan KESADARAN RUH ILAHI. Karena melalui kesadaran inilah Allah SWT memancarkan dengan sempurna Nur-Nya ke dalam diri manusia. Sehingga dalam faham kejawen, Ruh Al-Quds inilah yang disebut dengan Rasul Sejati.
Inilah Konsep ‘trinitas’ yang dikembalikan oleh Qur’an kepada hakikatnya semula: Allah, Ruh Al-Quds, dan jasad sang Insan Kamil. Pengertian trinitas ini, seiring dengan berjalannya waktu dan jauhnya aliran doktrin dari mata-airnya, perlahan berubah menjadi sesuatu yang abstrak: tiga tetapi satu dan satu tetapi tiga.
Namun Rasulullah melaui Qur’an, secara halus mengembalikan khazanah tritunggal ini kepada esensinya: bukan zatnya yang satu sekaligus tiga, tetapi sebenarnya yang terjadi adalah Allah dan Insan Kamil, melalui kehadiran Ruh Al-Quds, telah sepenuhnya selaras dan menjadi satu kehendak. Apapun perbuatan, perilaku dan kehendak seorang Insan Kamil akan sepenuhnya sesuai dengan kehendak Allah. Sedangkan Allah-nya sendiri, sebagai zat, tetap hanya satu. Inilah yang dikembalikan: Allah itu satu, tidak memiliki anak, dan anggota sistem ke-tiga-an itu terpisah, baik secara hakikat maupun zat. Wujudnya satu, bukan tiga.
Siapa saja Insan Kamil itu? Mereka adalah semua orang yang telah dianugerahi Allah Ruh Al-Quds ke dalam jiwanya. Semua Nabi dan Rasul, termasuk Nabi Isa as, dan para orang suci yang ber-maqam rahmaniyah dan rabbaniyah, adalah Insan Kamil.
Lapisan puncak tubuh energi inilah batas atas perjalanan tubuh energi hingga bertemu dengan keadaan non-eksistensi, kekosongan, tidak ada apa-apa. Mungkin inilah yang dikatakan oleh orang-orang sufi sebagai Alam Fana, atau kepercayaan timur lainnya mengatakannya sebagai Nirwana yang artinya kosong, kekosongan. Tidak ada apa-apa diketinggian alam puncak ini. Kita bisa menyadari tidak ada apa-apa, benar-benar awang-uwung disini. ”saya” pun sudah lenyap.
Fana bukanlah tujuan akhir dari perjalanan Mengenal Diri kita. Fana hanyalah puncak dari kesadaran tubuh energi kita. Jadi Jangan terjebak dan berhenti pada lapis ke tujuh alam energi ini. Jangan karena tidak melihat apa-apa lantas berucap: ”oh.. tidak ada apa-apa selain aku. Akulah Sang Kebenaran”. Agar tidak terjebak, menjadi musryk, prinsip tauhid: La ilaha ilallah – Tiada tuhan selain ALLAH, harus tetap kita pegang teguh, sampai kapanpun.
KORELASI LAPISAN TUBUH ENERGI DAN LAPIS LANGIT ALAM ENERGI
Lapisan-lapisan Tubuh Energi berkorelasi dengan lapisan langit di alam (dimensi) energi. Lapisan Tubuh Energi Pertama berkorelasi dengan Langit Pertama alam energi, dan seterusnya. Jika seseorang telah berhasil mengembangkan potensi Lapisan Tubuh Ke Tujuh, maka ia akan bisa ”mengakses” Langit Ketujuh Alam Energi.
Lapis Langit di atas, meliputi Lapis langit dibawahnya. Artinya, ketika seseorang bisa mengembangkan potensi Lapisan Tubuh Energi Kelima dan ia tidak memiliki hambatan (hijab) pada lapisan-lapisan Tubuh Energi dibawahnya, juga tidak ada hambatan pada Tubuh Materinya, maka ia akan bisa menggunakan dan menikmati potensi-potensi lapisan Tubuh Keempat dengan sadar.
Bagaimana cara membersihkan LTE ini?
Secara umum, dalam dunia reiki dan sebangsanya, dikenal dengan istilah attunement: penyelarasan, pengaktifan Cakra-cakra melalui pembersihan / pembukaan. Cara-cara tersebut, saya pandang lebih berisiko dibanding menggunakan cara yang lebih islami. Resikonya adalah terjadinya penyumbatan-penyumbatan saluran energi tubuh akibat dari sisa “pembakaran” (pembersihan) Cakra dan saluran/jalur tubuh energi. Contoh resiko adalah Kundalini Syndrome. Cara Islami akan mendapatkan hasil yang jauh lebih baik, karena tanpa efek-samping, kotoran akan lenyap tanpa mempengaruhi jalur energi ataupun cakra-cakra yang lain. Seperti apa cara Islami (yang saya maksud) tersebut?. Itulah yang disebut TAZKIYATUN NAFS atau bahasa kerennya Metode Kultivasi….
Bagaimana Cara Meningkatkan & Memurnikan Kesadaran Hingga Mencapai Kesadaran Ruh..??
Yaitu dengan Energi Al-Wasilah.
Allah swt berfirman :
“Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya[Al-Wasilah], dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan (sukses).”(QS.Al Maidah :35).
Syekh Sulaiman Zuhdi pada waktu menafsirkan QS.Al Maidah:35 menyatakan :
“Pengertian umum dari wasilah adalah sesuatu yang dapat menyampaikan kita kepada suatu maksud atau tujuan. Nabi Muhammad SAW adalah wasilah yang paling dekat untuk sampai kepada Allah SWT, kemudian kepada penerusnya-penerusnya yang Kamil Mukammil yang telah sampai kepada Allah SWT yang ada pada tiap-tiap abad atau tiap-tiap masa”
Umumnya pendapat ulama yang tidak mengenal Tasawuf Tarekat menyatakan bahwa Al-Wasilah itu hanya berupa amal ibadah. Namun perlu diperhatikan, Selama nafas terakhir kita belum meninggalkan tenggorokan, Lapisan Tubuh Energi (LTE) setiap saat berpotensi menjadi kotor. Bila kita terus menjaga Nafsu, Ego dan Emosi (NEE) agar tetap normal – tidak berlebihan, dan tetap menjaga ibadah-ibadah kita seperti Sholat, puasa dan dzikir, Insya Allah LTE kita akan tetap bersih. Jika kita lalai maka LTE kita akan menjadi kotor, dengan catatan bahwa puasa, sholat dan dzikir tersebut dilakukan dengan khusuk, dengan ingatan yang senantiasa terhubung dengan Allah Subhannalahu wata’ala.
Mengapa bisa demikian? Karena Tubuh Energi kita ini merupakan medan pertempuran antara Jiwa kita melawan iblis dan setan beserta balatentaranya. Jiwa kita berkepentingan menjaga agar LTE tetap bersih, supaya kita (badan wadag) memiliki kesadaran ilahiah, dan supaya tidak menjadi penghambat, penghalang, perjalanan Jiwa menempuh Alam Cahaya. Sementara Iblis dan sekutunya, yang merupakan musuh yang nyata bagi manusia, berusaha terus memanas-manasi NEE kita, memberikan pengaruh kebimbangan-kebimbangan dan keraguan dalam pikiran kita, hingga akhirnya LTE kita menjadi kotor dan dikuasai mereka.
Nah, pertanyaannya. Mampukah manusia yang setiap hari berjibaku melawan dirinya sendiri ini mengandalkan kekuatan amal ibadah dirinya sendiri sebagai Al-Wasilah untuk meningkatkan kesadarannya…??? Maka jawabnya adalah sangat TIDAK MUNGKIN….
Hanya Al-Wasilah yang datang dari sisi Allah swt sajalah yang mampu menaikkan derajat kesadaran manusia hingga ke derajatnya yang tertinggi. Al-Wasilah Itulah yang disebut Hidayah yaitu energi Al-Wasilah yang datang langsung Dari Allah SWT dan Syafaat atau Hidayah Allah yang melalui Rasulullah. Itulah Hakikat dari Sholawat.
Al-Wasilah yang berupa syafaat Rasulullah inilah yang diwariskan secara berantai dalam Rantai Emas Silsilah Para Guru Muryid Tharekat untuk diberikan kepada kaum muslimin. Dan Karena dengan Al-Wasilah ini seseorang manusia yang masih kotor tubuh energinya mempunyai kesempatan untuk mengakses Kesadaran Ruh Al-Quds/Nur Muhammad yang berada di dalam dirinya dan menumbuh kembangkan spiritualitasnya hingga mencapai Kesadaran Nur Muhammad, maka untuk kemudian Al-Wasilah jenis ini juga disebut sebagai Nur Muhammad.
Dalam ilmu balaghah dikenal istilah “Majaz Mursal :
مِنْ إطْلاَقِ الْمَحَلِّ وَإرَادَةِ الْحَال
artinya menyebut wadah, sedangkan sebenarnya yang dimaksud adalah isinya. Disebutkan pula Nabi Muhammad sebagai wasilah, tetapi yang dimaksud sebenarnya adalah Nuurun ala nuurin yang ada pada rohani Rasulullah SAW.
Prof.DR.H.S.S Kadirun Yahya menyatakan bahwa wasilah itu adalah suatu channel, saluran atau frekuensi yang tak terhingga yang langsung membawa kita kehaderat Allah SWT.
Wasilah itu ialah :
نُوْرٌُ عَلىَ نُوْرٍِ يَهْدِاللهُ لِنُوْرِهِ مَنْ يَشَآءُ
“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki “(QS An-Nur :35).
Wasilah itu telah ditanamkan ke dalam diri rohani Arwahul Muqaddasah Rasulullah SAW yang merupakan sentral penghubung antara Rasulullah SAW dan ummatnya menuju kehaderat Allah SWT.
Para Sahabat dan ummat Rasulllah SAW harus mendapatkan wasilah ini di samping menerima Alquran dan As-Sunah
Rasulullah SAW bersabda :
كن مع الله فإن لم تكن مع الله كن مع من مع الله فإنه يصيلك الى الله
“Jadikanlah dirimu beserta dengan Allah, jika kamu belum bisa menjadikan dirimu beserta dengan Allah maka jadikanlah dirimu beserta dengan orang yang telah beserta dengan Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang menghubungkan engkau (rohanimu) kepada Allah” (H.R. Abu Daud).
WALLAHU A’LAM

NLP Presupposition


NLP menganjurkan kita untuk meyakini beberapa hal, yang jika diyakini sepenuh hati maka kehidupan kita akan menjadi lebih mudah dan lebih menyenangkan. Hal-hal yang sebaiknya diyakini itu disebut sebagai NLP presupposition, atau lebih mudah dimengerti sebagai asumsi.

NLP presupposition adalah sejumlah ide utama dalam NLP yang merupakan sintesa dari hasil pemikiran orang-orang yang di model di awal perkembangan NLP, antara lain Virginia Satir, Firtz Pearls, dan Milton Erickson. Sintesa in diperoleh berdasarkan modelling yang dilakukan oleh sepasang co founder NLP (Bandler dan Grinder) pada ketiga orang diatas.

Seperangkat pemikiran ini bisa dilihat sebagai semacam belief system yang akan membuat para penganutnya memiliki suatu cetak biru sukses di area NLP. Sebagai seorang praktisi NLP, meyakini dan menjadikan presuposisi ini sebagai belief system merupakan suatu kebutuhan penting, dan bisa dijadikan sebagai suatu sikap sebagai seorang praktisi.

Neuro-Linguistic Programming adalah sebuah study mengenai excellence. Untuk mencapai excellence ini maka sejumlah asumsi mengenai realitas dibuat dimana asumsi-asumsi ini di presuppose atau dianggap benar. Asumsi-asumsi yang dianggap benar ini kemudian disebut dengan presupposition yang menjadi dasar pijakan dalam Neuro-Linguistic Programming. Presuposisi ini apabila diintegrasikan dalam pola berpikir dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari maka akan membantu seseorang dalam melakukan transformasi dalam hidupnya menuju kehidupan yang lebih sukses dan lebih bahagia.

Berikut ini disajikan beberapa presuposisi yang diambil dari rujukan The Society of NLP, USA, sebagai berikut:

1. The map is not the territory.
Realitas internal (peta mental mengenai dunia) bukanlah realitas eksternal (dunia itu sendiri).

2. People respond according to their map of reality
Orang bereaksi menurut realitas internalnya sendiri

3. There is no failure, only feedback. Feedback is simply information
Tidak ada kegagalan, yang ada hanyalah umpan balik. Umpan balik hanyalah informasi biasa.

4. The meaning of the communication is the response it elicit
Makna (kualitas) komunikasi diukur dari hasil respon yang diperoleh, bukan dari maksud.

5. If what you are doing is not working, do something different
Jika yang dilakukan tidak menghasilkan, lakukan secara berbeda

6. You can not not communicate
Anda tak bisa tidak berkomunikasi

7. People have all the resources they need to achieve their desired outcome. They just need access, strengthen and sequence them
Orang sudah punya semua sumberdaya yang diperlukan untuk meraih hasil. Tinggal diakses, diperkuat dan diurutkan.

8. Every behavior has a positive intention
Perilaku seseorang didorong oleh suatu niatan yang berguna

9. People are much more than behavior
Manusia lebih dari sekedar jumlah perilakunya

10. The mind and the body are interlinked and affect each other
Pikiran dan tubuh saling berterkaitan dan saling mempengaruhi.

11. Having choice is better than not having choice
Memiliki pilihan lebih baik dari tidak memilikinya

12. Modelling successful performance leads to excellence
Meniru orang sukses membawa kita ke ekselen

13. It’s never too late to have a happy childhood
Tidak ada kata terlambat untuk punya masa kecil yang berbahagia

14. Resistance indicates the lack of rapport
Penolakan mengindikasikan kurangnya rapport

Mari Kita Gali Lebih Dalam.

The ability to change the process by which we experience reality is more often valuable than changing the content or experience of reality.
Kemampuan untuk merubah proses dimana kita mengalami realita lebih sering bernilai dibanding dengan merubah isi atau pengalaman dari realita tersebut.

Kemampuan seseorang dalam merubah proses tentang bagaimana pikiran bekerja dalam menghadapi stimuli eksternal atau stimuli internal dan memberikan respon yang tepat adalah lebih bernilai dibandingkan dengan hanya merubah isi pengalaman dalam memori pikiran orang tersebut. Singkatnya, presuposisi ini menekankan pada perubahan inti (core) dari suatu permasalahan, bukan menitikberatkan pada perubahan gejalanya (symptom).

The meaning of the communication is the response you get.
Makna dari komunikasi adalah respon yang Anda peroleh.

Makna utama dari sebuah komunikasi adalah respon yang ingin kita dapatkan. Apabila respon yang diberikan oleh partner bicara kita bertolak belakang dengan respon yang ingin kita dapatkan maka hal itu berarti bahwa cara berkomunikasi kita tidak tepat untuk mendapatkan respon yang diinginkan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu kepekaan indrawi untuk mengetahui apakah komunikasi yang kita lakukan tersebut sudah sesuai atau belum. Apabila belum, maka diperlukan adanya suatu fleksibilitas sampai memperoleh respon yang diinginkan dengan cara merubah cara komunikasi kita.

All distinction human beings are able to make concerning our environment and our behaviour can usefully represented through the visual, auditory, kinesthetic, olfactory, and gustatory senses.
Semua pembedaan yang dapat dilakukan manusia sehubungan dengan lingkungan eksternal dan perilakunya dapat diwakilkan secara bermanfaat melalui indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan pengecapan.

Pikiran merepresentasikan informasi yang diperoleh melalui input internal dan input eksternal dalam bentuk gambar (visual), suara (auditory), perasaan (kinesthetic), bau/wangi (olfactory), dan rasa (gustatory). Kemampuan untuk merepresentasikan dan mengorganisir informasi ini secara bermanfaat dan bersumber daya akan membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lain.

The resources an individual needs to effect a change are already within them.
Sumber daya yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk menghasilkan perubahan sudah ada dalam diri mereka.

Dalam diri setiap individu telah memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan. Banyak orang tidak mengetahui hal ini sehingga tidak dapat menggunakan sumber daya ini untuk melakukan suatu perubahan yang diinginkan. Body and mind (badan dan pikiran) adalah contoh konkrit dari sumber daya yang ada dalam diri setiap orang. Kemampuan untuk menggunakan kedua sumber daya ini dengan baik dan benar akan sangat membantu dalam menghasilkan perubahan yang diinginkan.

The map is not the territory.
Peta bukanlah wilayah yang sebenarnya.

Neuro-Linguistic Programming mengasumsikan bahwa orang berperilaku berdasarkan apa yang dipersepsikannya mengenai dunia luar, bukan berdasarkan pada realitas yang sebenarnya. Persepsi yang dibuat merupakan representasi atau perwakilan dari dunia luar yang ada di dalam otaknya. Persepsi inilah yang kemudian disebut dengan peta. Menurut Alfred Korzibski, orang yang mempopulerkan istilah “the map is not the territory”, sebuah peta bukanlah wilayah yang sebenarnya dari wilayah yang diwakilkannya, namun, apabila peta tersebut memiliki struktur yang sama dengan wilayah yang diwakilinya, maka peta ini akan sangat bermanfaat.

The positive worth of the individual is held constant, while the value and appropriateness of internal and/or external behaviour is questioned.
Nilai positif dari seseorang dipertahankan secara konstan, sementara nilai dan kesesuaian dari perilaku internal dan/atau eksternal yang dipertanyakan.

Setiap orang memiliki nilai positif dari perilaku yang dilakukannya. Dalam Neuro-Linguistic Programming, nilai positif ini dipertahankan secara konstan karena dapat menjadi sumber daya yang bermanfaat. Namun, perilaku yang dilakukan harus dipertanyakan apakah sudah sesuai dengan konteksnya atau belum, ekologis atau tidak, membawa dari present state menuju desired state atau tidak, dan lain sebagainya.

There is a positive intention motivating every behavior; and a context in which every behaviour has value.
Ada sebuah niat positif yang mendasari setiap perilaku; dan ada sebuah konteks yang sesuai untuk sebuah perilaku dimana perilaku tersebut bernilai/bermanfaat.

Apapun perilaku yang dilakukan seseorang, selalu ada niat positif dibalik perilaku tersebut. Suatu perilaku dikatakan tidak congruent atau tidak selaras apabila digunakan di dalam konteks yang salah. Hal ini dapat terjadi karena tidak ada satu perilaku yang cocok untuk seluruh konteks. Namun, selalu ada sebuah konteks yang sesuai dengan suatu perilaku tertentu yang mana kesesuaian ini akan menghasilkan nilai atau manfaat bagi orang tersebut. Contoh sederhana untuk presuposisi ini adalah perilaku “lupa”. Dalam konteks ujian, lupa adalah suatu perilaku yang sangat tidak bermanfaat. Namun, dalam konteks trauma, kemampuan untuk melupakan kejadian traumatis adalah suatu hal yang sangat bermanfaat.

Feedback vs. Failure – All results and behaviour are achievements, whether they are desired outcomes for a given task/context or not.
Umpan balik vs. Kegagalan – Semua hasil dan perilaku adalah pencapaian, terlepas apakah hasil atau perilaku tersebut adalah outcome yang diinginkan atau tidak dalam suatu lingkup pekerjaan/konteks.

Presuposisi ini menekankan bahwa apabila suatu perilaku tidak menghasilkan outcome yang diinginkan maka hal itu bukanlah kegagalan namun merupakan suatu feedback atau umpan balik yang menjelaskan bahwa apa yang dilakukan tidak membawa pada pencapaian outcome yang diinginkan. Selain itu, setiap output yang dihasilkan dari sebuah perilaku adalah suatu pencapaian juga. Namun, pertanyaannya adalah apakah pencapaian itu diinginkan atau tidak diinginkan. Dengan mengetahui bahwa umpan balik yang dihasilkan tidak mengarah pada hasil yang diinginkan maka dapat dilakukan penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan sampai outcome yang diinginkan tercapai.

~Live a life you want to live & make sure it is useful.

BERBAGI PENGALAMAN : “Setiap Hal dievaluasi berdasarkan ekologi dan konteks”.

NLP adalah sebuah buku manual pikiran manusia yang paling miracle. Banyak hal yang dibahas secara konsisten. NLP sangat menekankan pentingnya melakukan fleksibilitas dalam menanggapi setiap respon yang terjadi di lingkungan kita. Karena fleksibilitas nya itu, prinsip-prinsip dasar dalam NLP tidak dinamakan sebagai sebuah prinsip, melainkan dikatakan sebagai sebuah asumsi-asumsi NLP atau dikenal dengan istilah Presupposition.

Presuposisi ini adalah pandangan NLP terhadap berbagai hal yang terjadi di lingkungan untuk memudahkan kita meraih Personal Freedom dan Miracle Life. Banyak pandangan yang berbeda mengenai presuposisi NLP. Ada yang menggunakan 10 presuposisi, ada yang 12 Presuposisi bahkan ada yang 14 presuposisi. Sekarang, kita membahas presuposisi ini dalam konteks yang dikembangkan oleh Tad James.

Presuposisi NLP yang menjadi favorit saya adalah, “Everything is evaluated in the term of context and ecology”. Setiap hal itu dievaluasi berdasarkan ekologis dan konteks nya. Dari presuposisi ini, setiap hal memiliki makna yang berbeda dalam berbagai konteks. Contoh sederhana nya adalah, kata “iye” di Makassar berarti ucapan setuju kepada orang yang lebih tua dan sangat sopan dilakukan. Saat ke Jakarta, maka kata ini menjadi tidak sopan dan terkesan menyindir.

Perubahan konteks ini mengingatkan saya mengenai sebuah kisah. Ada seorang kakek tua yang hidup bersama cucu nya yang semata wayang nya. Kakek ini sangat sayang dengan cucu nya karena cucu nya ini adalah keluarga satu-satu nya yang ia miliki. Suatu saat, cucu kakek ini tersesat di hutan dekat tempat tinggal nya. Kakek ini didatangi oleh beberapa penduduk sekitar. Penduduk sekitar berkata pada kakek ini keprihatinan mereka atas kehilangan cucu kakek dan mereka mengatakan kakek ini sungguh tidak beruntung. Kakek ini hanya menjawab, “Dari mana kalian tahu saya tidak beruntung?”. Seminggu kemudian, cucu kakek ini balik ke rumah dengan membawa beberapa kuda liar. Spontan penduduk desa mengatakan pada kakek ini, “Kamu beruntung sekali menemukan kembali cucu kamu, dan juga beberapa kuda liar”. Sang kakek hanya menjawab, “Dari mana kalian tahu saya beruntung”. Setelah beberapa hari, tiba-tiba cucu kakek ini mengalami patah kaki saat terjatuh mengendarai kuda liar ini. Beberapa penduduk menjenguk cucu kakek ini dan berkata, “Kakek, kali ini kamu kurang beruntung karena kaki cucu kakek patah”. Kakek ini kembali bertanya, “Dari mana kalian tahu saya tidak beruntung”. Seminggu setelah kejadian itu, semua penduduk desa yang laki-laki dan masih kuat diminta menjalani wajib militer. Cucu kakek ini tidak ikut dalam wajib militer itu, karena kaki nya patah.

Berbicara tentang berbagai hal, maka kita harus melihat dan meninjau hal tersebut sesuai dengan konteksnya. Takut adalah emosi yang pada konteksnya memiliki manfaat. Jika takut digunakan untuk konteks binatang berbahaya seperti ular beracun, maka rasa takut ini memberikan manfaat. Berbeda hal nya dengan rasa takut yang ditempatkan pada konteks takut berbicara di depan umum, maka emosi takut ini memberi dampak negatif.

Selain segala hal ditinjau berdasarkan konteks nya, kita juga harus memperhatikan ekologis. Ekologis yang dimaksud adalah bagaimana segala hal ini memberikan pengaruh bagi lingkungan. Ketika hal yang dilakukan tidak memberikan makna yang baik bagi lingkungan, maka kita tidak perlu melakukan hal tersebut. Saya banyak melihat kelas-kelas training yang membuat saya kecewa. Ada beberapa kelas training yang mengajarkan kelas nya tidak ekologis. Mengapa saya katakana demikian? Beberapa kelas training yang saya lihat mengajarkan peserta nya kekuatan bawah sadar nya dengan cara melakukan adegan menusuk jarum di mulut atau kulit dan menggunakan jarum yang sama untuk semua peserta di dalam kelas nya. Inilah yang disebut tindakan yang tidak ekologis karena dapat merugikan orang lain.

Saya pernah menemui client saya yang menginginkan ia kuat dalam mengingat sesuatu. Jika saya tidak memandang sisi ekologis, saat itu saya bisa langsung melakukan coaching untuk meningkatkan kekuatan mengingat nya. Saat itu saya berusaha memisahkan perilaku dan niat nya. Client ini sering melupakan memberikan kabar pada orang tua nya yang berpisah jauh dari nya. Masalah ini yang saya selesaikan karena mudah lupa untuk beberapa konteks tertentu sangat ekologis. Apa yang terjadi jika orang begitu kuat nya mengingat pengalaman buruk masa lalu nya????

Saat kita mulai mudah untuk melihat segala hal sesuai konteks dan ekologis, maka kita dengan mudah dapat mengakselerasi kesuksesan kita. Saya tahu, saat anda sekarang membaca tulisan saya dan menatap layar monitor ini, maka tanpa sadar bawah sadar anda mulai mudah memandang setiap hal sesuai dengan konteks dan ekologis nya, khan?

Minggu, 16 Juni 2013

BAGAIMANA SAAT ANDA MENGALAMI MASALAH?

”If a problem doesn’t kill you, it will make you stronger”.

Masalah atau problem berasal dari bahasa Latin, Pro dan Balein, yang berarti bergerak maju. Jadi, bila kita mendapat masalah atau problem maka kita dapat semakin berkembang, asal kita bisa memetik hikmah dari apa yang kita alami.

Manusia pada dasarnya adalah suatu sistem terbuka. Sistem terbuka adalah sistem yang selalu bertumbuh dan berkembang, bersifat plastis, adaptif, berinteraksi dengan lingkungan, dinamis, mempunyai batas maksimal jumlah ”tekanan” yang bisa ditangani, dan mampu membuang ”tekanan” yang masuk ke dalam sistem sesuai dengan kapasitas pembuangannya.

Pada saat kita menerima suatu tekanan mental, kita merasa tidak enak atau mulai stress. Semakin tinggi tekanan ini, semakin besar rasa tidak nyaman melanda diri kita. Bila tekanan mental yang masuk semakin tinggi hingga melewati kemampuan kita menanganinya maka akan ada dua kemungkinan. Pertama, sistem akan rusak dan berhenti berfungsi. Kalau ini yang terjadi maka kita mengalami depresi. Kemungkinan kedua adalah sistem akan berhenti sebentar, kemudian akan membentuk struktur baru dengan tingkat kerumitan dan kemampuan yang lebih tinggi.

Pada diri manusia yang mengalami tekanan mental yang sangat berat, bila ia mampu mengatasi tekanan ini, setelah melewati semua masalah beratnya, ia akan menjadi seorang manusia dengan kebijaksanaan dan kemampuan yang jauh lebih tinggi.

Selanjutnya, bila ia mengalami masalah yang sama, ia hanya akan tertawa saja. Masalah yang sama sudah tidak lagi mampu mengganggu dirinya. Mengapa ? Karena struktur mental dan kemampuannya sudah sangat meningkat.

Pada umumnya ada tiga cara yang dilakukan orang untuk menangani tekanan mental.:

1. Mengeluarkan tekanan itu dari sistem (diri mereka). Caranya bisa macam-macam, misalnya marah, menangis, berteriak, melakukan aktivitas yang menguras energi, seks, curhat / berbicara, atau apa saja yang dapat mengeluarkan tekanan itu. Anda pasti pernah mengalami hal ini. Saat anda merasa sangat tertekan, anda bisa marah atau menangis. Setelah itu anda merasa lega. Rasa lega ini berarti anda telah berhasil mengeluarkan tekanan yang tadinya ada di dalam diri anda.

2. Memblok tekanan sehingga tidak bisa masuk ke dalam sistem. Caranya dengan menutup diri, mengisolasi diri dari lingkungan, menjadi depresi, dan bahkan bisa sakit.

3. Mengalihkan perhatian. Biasanya, saat melakukan salah satu dari dua strategi di atas, orang juga akan berusaha mengalihkan perhatian mereka dari tekanan yang masuk ke dalam sistem. Caranya adalah dengan minum alkohol, obat-obatan terlarang (narkotika, ekstasi, pil koplo, dll), seks, TV, menyibukkan diri, membaca, dan lain-lain.

SEDULUR PAPAT LIMO PANCER DAN EGO STATE

Dari khasanah Nusantara, hampir semua orang Indonesia mengenal tentang istilah ‘saudara empat (sedulur papat), dan lima pusatnya (limo pancer), namun belum semua orang memahami apa yang mau disampaikan dengan filosofi ‘sedulur papat limo pancer’ tersebut.
Hampir kebanyakan orang yang begitu mendengar istilah tersebut langsung berkonotasi bahwa ‘sedulur papat limo pancer’ adalah hal mistik yang bersifat ghaib, yaitu makhluk-makhluk halus atau astral yang menjaga setiap manusia.
Dari judul yang saya tulis, ada dua hal yang akan kita pahami, yaitu ‘sedulur papat limo pancer’ dan ego state. Apakah arti dari masing-masing istilah tersebut, dan apa hubungannya?
Saya akan menulis terlebih dahulu tentang Ego State. Jadi kemungkinan setelah membaca bagian ini anda akan langsung memahami tentang filosofi ‘sedulur papat limo pancer’ tanpa anda membaca bagian tersebut
Eric Berne adalah ahli psikologi yang pertama kali mempelopori teori analisis transaksional. Ego States, kata “ego” berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti “saya” dan secara harfiah berarti “diri sendiri”. Kata “state” secara harfiah berarti “bagian” atau ”instansi”. Ego state yang dimaksud oleh Berne adalah instansi-instansi dari suatu kepribadian atau identitas suatu individu. Berne juga menjelaskan bahwa ego state merupakan kepribadian manusia yang dibangun oleh pola-pola perasaan dan pengalaman yang terkait langsung dengan perilakunya.
Saya tidak membahas secara rinci tentang bagaimana sejarah Ego State mulai dipublikasikan dan kemudian bagaimana pula awal mulanya muncul Ego States Therapy. Nanti kita akan memahami Ego States Therapy dalam bagian ‘sedulur papat limo pancer’.
Yang penting adalah sekarang kita memahami istilah Ego State, Ego State sebenarnya adalah bagian dari diri kita yang aktif atau mengendalikan diri kita pada suatu saat tertentu.
Cotoh sederhana adalah perbincangan kita dengan bagian diri kita pada waktu tertentu. Pada saat kita akan akan memutuskan sesuatu. Mari kita ingat kondisi saat kita mau bangun tidur. Ada bagian diri yang berkata, “sebentar ah, sepuluh menit lagi. Kan nggak telat” , namun ada juga bagian diri yang bilang, “ayo semangat dong! Buang rasa malas!” atau ada juga yang berkata, “Sekali-kali nggak masuk kerja nggak apa-apa kan? Absenku kan jarang, hal ini nggak mempengaruhi kondite keja kok
Itulah Ego state! Ada banyak bagian diri kita yang aktif yang akan mengendalikan kita pada suatu saat tertentu.
Dalam Ego States Therapy setiap bagian diri tersebut dapat diajak untuk bicara, diarahkan, dan diberi tugas secara tepat.
Nah, sampai disini tentu saja semakin terbuka dan jelas, apa filosofi dari ‘sedulur papat limo pancer’
Saya mengambil rujukan tentang ‘sedulur papat limo pancer’ ini dari Serat Kidungan Purwojati, yang ditulis sebagai berikut: ‘Ana kidung ing kadang Marmati, Amung tuwuh ing kuwasanira, Nganakaken saciptane Kakang Kawah puniku Kang rumeksa ing awak mami, Anekakake sedya Ing kuwasanipun, Adhi Ari-Ari ingkang Memayungi laku kuwasanireki Angenakken pangarah, Ponang Getih ing rahina wengi Ngrerewangi ulah kang kuwasa Andadekaken karsane, Puser kuwasanipun Nguyu-uyu sabawa mami, Nuruti ing panedha Kuwasanireku Jangkep kadang ingsun, papat Kalimane wus dadi pancer sawiji Tunggal sawujud ingwang. ‘
Dalam filosofi Jawa setiap kelahiran manusia akan disertai saudara yang mengiringinya, yaitu empat saudara: kakang kawah (air ketuban), adi ari-ari (plasenta), getih (darah) dan puser (tali plasenta). Sedangkan yang kelima pancernya adalah diri manusianya itu sendiri.
Empat saudara ini diyakini hidup dan selalu menyertai manusia. Empat saudara ini adalah bagian dari diri kita yang aktif atau mengendalikan diri kita pada suatu saat tertentu (ingat definisi dari Ego State di atas)
Dalam kelompok-kelompok kebatinan jawa, seseorang harus dikenalkan dahulu terhadap saudaranya ini. Dengan satu upacara tertentu (upacara ini menggiring seseorang masuk dalam trance) dengan menggunakan mantra tertentu (self talk). Kemudian seseorang baru bisa bercakap-cakap dengan saudara empat tersebut. Dalam percakapan dengan saudara empat tersebut, sang saudara bisa diberi tugas yang tepat dan berguna, bahkan bisa untuk menghilangkan sifat-sifat jelek, ataupun untuk menghilangkan ingatan masalah tentang masa lalu (bentuk dari Ego State Therapy)
Dalam setiap tindakan, ke empat saudara ini saling berbincang, bersahut-sahutan dan mempengaruhi sang diri (pancer). Untuk itu, dalam filosofi Jawa kita harus berkenalan dengan saudara empat tersebut supaya kita bisa mengarahkan dan bahkan memberdayakan untuk memberikan tugas-tugas yang tepat dengan fungsinya.
Contohnya,
Seseorang yang setiap harinya selalu malas dan menunda-nunda pekerjaan sehingga ia lambat sekali untuk maju. Kemudian ia dikenalkan dengan saudara empatnya, mengajak berbincang-bincang dan mencari tahu siapa saudaranya yang mengajak untuk malas tersebut. Kemudian ia juga mencari saudara yang mengajak untuk semangat dan memerintahkan saudaranya yang semangat untuk memberitahu saudara yang mengajak malas agar tidak mempengaruhi sang pancer.
Pengenalan terhadap saudara empat ini dalam tradisi kebatinan Jawa harus melalui sebuah ritual dan menggunakan mantra tertentu. Ritual yang dilakukan berkaitan dengan apa yang diyakini oleh masyarakat, karena lewat apa yang diyakini tersebut seseorang akan mudah masuk dalam kondisi ‘trance’. Mantra yang digunakan juga menggunakan bahasa yang dipahami oleh orang tersebut yang berguna sebagai ‘self talk’.
Dalam kondisi ‘trance’ tersebut, seseorang akan dengan mudah berbicara dengan bagian dari dirinya (Ego State) dan mantra yang digunakan adalah sebagai sarana untuk self talk atau bicara dengan bagian diri tersebut.
Sekarang kita akan mengenal sifat-sifat dasar dari saudara empat tersebut sehingga saat kita berkomunikasi kita dapat memberikan tugas yang tepat sesuai spesialisasinya.
Yang pertama adalah kakang kawah (air ketuban),
Ini adalah ‘pasemon’ atau penggambaran dari sifat dasar bumi, atau insting dasar manusia. Ada sifat ingin makan, minum, seks, pencapaian kenyamanan dan keinginan manusia. Ego State Kakang Kawah adalah bagian yang mewakili sifat-sifat dasar manusia.
Yang kedua adalah adi ari-ari (plasenta),
Ini adalah ‘pasemon’ atau penggambaran dari sifat keinginan duniawi untuk dipuji, untuk kaya, mendapat derajad dan pangkat, loba, tamak, dan lainnya. Nafsu ini selaras dengan sifat udara yang menjadi unsur pembentuk jasad. Sifat dari udara adalah selalu ingin memenuhi ruang selagi ruang itu ada (ruang kosong).
Yang ketiga adalah getih (darah) ,
Ini adalah ‘pasemon’ atau penggambaran dari sifat keinginan untuk mempertahankan harga diri, rasa marah, emosi, ambisi, pencapaian keinginan. Ingin kaya, berlimpah, dan mendapatkan materi lebih banyak ada dalam bagian Ego ini.
Yang keempat adalah puser (tali plasenta).
Ini adalah ‘pasemon’ atau penggambaran dari sifat yang mengajak kepada kebaikan. Hal-hal yang menuju kepada kemajuan, kebaikan, manfaat bagi orang lain, dan tidak mementingkan diri sendiri.
Sedangkan yang kelima pancernya adalah diri manusianya
Sekarang, setelah kita mengetahui makna dari masing-masing saudara empat tersebut, maka kita menyadari bahwa saudara empat adalah penggambaran dari Ego State, atau bagian dari Ego, bagian dari diri kita yang aktif atau mengendalikan diri kita pada suatu saat tertentu.
Untuk berkomunikasi dengan saudara empat tersebut, yang sebenarnya adalah komunkasi terhadap Ego State kita, tidak diperlukan upacara khusus dan bahasa khusus. Komunitas Kebatinan Jawa menggunakan upacaya khusus adalah dengan keyakinannya bahwa hal tersebut dapat menghantarkan seseorang masuk dalam kondisi ‘tance’, dan mantra yang digunakan menggunakan bahasa jawa adalah karena bahasa itulah yang dipahaminya untuk sebuah ‘self talk’.
Anda dan siapapun juga, dapat berkomunikasi dengan saudara empat tersebut dengan cara apa yang anda yakini dan dengan bahasa yang sangat anda mengerti.
Bahkan ketika keyakinan anda mengatakan bahwa tidak percaya dengan saudara empat, ya jangan menggunakan persepsi akan berbicara dengan saudara empat. Namun anda dapat menggunakan persepsi bahwa anda sedang berbicara dengan Ego State anda. Anda dapat mengganti istilah saudara empat ini dengan apa saja sesuai dengan kayakinan anda. Yang penting anda “menyadari bahwa ada bagian dari diri kita yang aktif atau mengendalikan diri kita pada suatu saat tertentu”.
Sekarang kita mengetahui bahwa ajaran Luhur Nusantara sudah memahami tentang bagian diri manusia yang punya peran dan fungsi tersendiri, jauh sebelum para peneliti menemukan tentang apa yang mereka rumuskan dengan Ego State ini.
Kita di Nusantara punya Serat Kidungan Purwojati, dan ini jauh sebelum para nama-nama ini: Maggie Phillips, Clare Frederick, Shirley McNeal, Moshe Torem, Waltermade Hartman, Gordon Emmerson, Hunter, George Fraser, dan Michael Gainer, mengemukakan Ego State.
Orang ‘barat’ dulu menganggap hal yang aneh dan tidak mungkin (sebelum Ego State diumumkan oleh mereka) bahwa manusia kok berbicara terhadap dirinya sendiri dan memerintah bagian dirinya untuk melakukan sebuah tugas. Hanya orang gila yang berbicara dengan dirinya dan mengganggap diri punya saudara atau bagian dirinya.
Namun dari Serat Kidungan Purwojati kita menyadari bahwa para Resi Nusantara telah memahami bahwa ada bagian dari diri manusia yang hidup dan berkembang sejalan dengan perkembangan diri manusia itu sendiri. Para Resi Nusantara telah menuntun kita sejak jaman dahulu bahwa sedulur papat tersebut dapat diajak berkomunikasi untuk diarahkan dan diberi tugas yang tepat sesuai keadaan yang dialami oleh sang diri. Bahkan sedulur tersebut dapat menyelesaikan masalah kesehatan, trauma, dan sesuatu yang dihadapi tentang masalah-masalah pikiran.